Pada tahun 1998 yang lalu, saat mahasiswa melakukan demonstrasi besar-besaran ada yang memberikan pernyataan bahwa mereka demo karena lapar. Kurang ajar sekali, bukan? Padahal yang demo bukan orang-orang sembarangan. Mereka pelajar dan mahasiswa yang otaknya terdidik.
Hari ini di tahun 2018 para mahasiswa yang jumlahnya puluhan ribu itu dari berbagai kampus kembali berdemonstrasi. Adakah orang yang dengan semena-mena mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang lapar.
Saya berpikir, orang yang menyatakan pernyataan seperti tapi adalah orang yang picik pikirannya. Hanya saja saya bisa memaklumi, seperti yang anda dengar dalam ilmu psikologi bahwa pikiran dan perasan seseorang akan mempengaruhi ucapan dan tindakannya.
Kalau ia menuduh mahasiswa itu sebagai orang-orang yang kelaparan hingga kelayapan masuk senayan untuk menggasak makanan maka yang sesungguhnya pantas menerima tuduhan itu adalah dirinya sendiri. Otak rendahannya telah sengaja mengarahkan lidah ngeyelnya itu untuk mengatakan mengasosiasikan dirinya sendiri.
Orang berdemonstrasi bukan karena lapar. Tapi soal tersakitinya kebenaran. Orang lapar mana mampu demo yang ada lemas dan tidak mampu berdiri. Orang kelaparan mana bisa berpikir jernih dan berorasi dengan baik. Mahasiswa kita jauh dari semua itu. Yang harus mendapatkan sorotan adalah orang-orang yang mencerderai kebenaran.
Bila yang memperjuangkan kebenaran dituduh sebagai orang-orang lapar yang kerasukan setan dengan kemarahan lantas yang menyebut mereka seperti itu harusnya disebut apa. Sesungguhnya yang paling lemes lidahnya adalah iblis, membungkus kata-kata rayuan yang menjerumuskan dalam hiasan pembelaan.
Semoga upaya semua pihak untuk tegaknya kebenaran akan membuahkan hasil yang baik. Manfaat tersebarnya kebenaran akan terasa oleh semua. Berkah dari bumi dan langit akan Allah berikan bagi negeri yang terus menggelorakan kebenaran.