Pada bulan suci Ramadhan kuliah shubuh di mana-mana. Bahkan waktunya ditambah bukan hanya Shubuh saja namun ada kuliah Dhuha, kuliah sebelum buka puasa, kuliah sahur, bahkan yang bentuknya kajian ibu-ibu, bapak-bapak, remaja, mahasiswa, bahkan pengajian para ulama pun ditambah.
Saya hanya ingin menambahkan saja atau menguatkan arti pentingnya menulis saat mengaji. Tahukah anda orang secerdas Imam Syafi'i yang hapal ratusan hadits dalam satu kali duduk dan mengistinbath 70 hukum dari ungkapan Rasulullah saw Ya Aba 'Umair Maa Fa'ala An-Nughaiir, orang sekelas beliau saja masih berkenan bahkan semangat menuliskan ilmunya.
Anda dan saya bukan Imam Syafi'i bukan pula Imam Al-Bukhari mengapa mengabaikan ini. Tulisalah ilmu dengan baik. Bukan untuk orang lain pertamanya, namun itu bisa bermanfaat bagi orang lain. Bahkan ekstrimnya hingga kalau tulisan tangan anda buruk rupanya, karena isi tulisan yang baik akan bermanfaat bagi penulisnya dan bagi orang lain, seperti kisah seorang ulama asal India yang takjub akan sebuah buku yang tulisannya jelek. Ia membeli dengan niat ingin membuktikan bahwa ada orang menulis kitab yang isinya sangat bagus dengan gaya tulisan yang lebih buruk dari tulisan dirinya. Ternyata saat di buka di rumah buku itu adalah karangannya sendiri. Namun meskipun begitu tulisan itu terus bermanfaat hingga kini.
Bukankah anda akan merasa sangat senang saat mendapati diary atau catatan pribadi anda yang hilang. Anda akan membaca sejumlah catatan dan anda akan tersenyum dibuatnya. Mungkin saat ini anda telah menjadi pribadi yang berbeda dibandingkan dengan beberapa tahun yang lalu.
Mungkin saja sekarang tulisan anda lebih terstruktur. Anda akan ingat sewaktu berupaya menterjemahkan teks bahasa arab dengan tulisan berbahas indonesia dengan menggunakan huruf yang biasa di pakau di masyarakat umum. Bukankah halaman kitab anda akan menghitam hingga terkadang anda tersenyum dan dulu sempat bingung membaca tulisan sendiri.
Tulisan seburuk itu, yang kuno, masih menyimpan tempat di hati anda. Padahal hanya diary. Apalagi bila tulisan itu berisi tafsir, hadits, hikmah, hukum, perkataan ulama, doa-doa, dan seterusnya. Seperti karya Imam Ali yang sekarang ini dikaji ribuan Mahasiswa dari sarjana awal hingga tingkat kesarjanaan dan kepakaran tertinggi.
Tulisan lama itu dimuliakan. Dalam bahasa kita yang sering berbeda makna itu disebut mukarram. Dan tulisan ini akan membuat hapalan anda bertambah lekat dan kuat. Anda tidak akan kesulitan memahami. Apalagi bila dalam tulisan itu ada gambar, bagan, struktur, atau yang lainnya.
Maka dari sekarang jangan hanya menggunakan mata dan telinga saja saat menyerap ilmu. Bahkan ada seorang ulama mengatakan bahwa saat menuntut ilmu saya ingin semua anggota tubuh menjadi telinga semuanya.
Saya hanya ingin menambahkan saja atau menguatkan arti pentingnya menulis saat mengaji. Tahukah anda orang secerdas Imam Syafi'i yang hapal ratusan hadits dalam satu kali duduk dan mengistinbath 70 hukum dari ungkapan Rasulullah saw Ya Aba 'Umair Maa Fa'ala An-Nughaiir, orang sekelas beliau saja masih berkenan bahkan semangat menuliskan ilmunya.
Anda dan saya bukan Imam Syafi'i bukan pula Imam Al-Bukhari mengapa mengabaikan ini. Tulisalah ilmu dengan baik. Bukan untuk orang lain pertamanya, namun itu bisa bermanfaat bagi orang lain. Bahkan ekstrimnya hingga kalau tulisan tangan anda buruk rupanya, karena isi tulisan yang baik akan bermanfaat bagi penulisnya dan bagi orang lain, seperti kisah seorang ulama asal India yang takjub akan sebuah buku yang tulisannya jelek. Ia membeli dengan niat ingin membuktikan bahwa ada orang menulis kitab yang isinya sangat bagus dengan gaya tulisan yang lebih buruk dari tulisan dirinya. Ternyata saat di buka di rumah buku itu adalah karangannya sendiri. Namun meskipun begitu tulisan itu terus bermanfaat hingga kini.
Tulisan Kuno yang Mulia
Mulia kalau diartikan ke dalam bahasa Arab maka menjadi karim dan yang dimuliakan dibahasakan dengan kata imukarram. Tahukah anda kalau tulisan lama anda kalau dibaca akan mengundang sensasi yang berbeda.Bukankah anda akan merasa sangat senang saat mendapati diary atau catatan pribadi anda yang hilang. Anda akan membaca sejumlah catatan dan anda akan tersenyum dibuatnya. Mungkin saat ini anda telah menjadi pribadi yang berbeda dibandingkan dengan beberapa tahun yang lalu.
Mungkin saja sekarang tulisan anda lebih terstruktur. Anda akan ingat sewaktu berupaya menterjemahkan teks bahasa arab dengan tulisan berbahas indonesia dengan menggunakan huruf yang biasa di pakau di masyarakat umum. Bukankah halaman kitab anda akan menghitam hingga terkadang anda tersenyum dan dulu sempat bingung membaca tulisan sendiri.
Tulisan seburuk itu, yang kuno, masih menyimpan tempat di hati anda. Padahal hanya diary. Apalagi bila tulisan itu berisi tafsir, hadits, hikmah, hukum, perkataan ulama, doa-doa, dan seterusnya. Seperti karya Imam Ali yang sekarang ini dikaji ribuan Mahasiswa dari sarjana awal hingga tingkat kesarjanaan dan kepakaran tertinggi.
Tulisan lama itu dimuliakan. Dalam bahasa kita yang sering berbeda makna itu disebut mukarram. Dan tulisan ini akan membuat hapalan anda bertambah lekat dan kuat. Anda tidak akan kesulitan memahami. Apalagi bila dalam tulisan itu ada gambar, bagan, struktur, atau yang lainnya.
Maka dari sekarang jangan hanya menggunakan mata dan telinga saja saat menyerap ilmu. Bahkan ada seorang ulama mengatakan bahwa saat menuntut ilmu saya ingin semua anggota tubuh menjadi telinga semuanya.