Anda tentu pernah mengalami berbeda pendapat dengan orang tua. Kisah yang akan kami ceritakan ini ada kaitannya dengan ini. Beberapa hari yang lalu kami mendapatkan cerita ini dari seorang kawan yang sempat bertemu beberapa waktu sebelum ini.
Ia bercerita:
"Saya memiliki orang tua yang sangat menyayangi saya dan saudara-saudara, mereka seorang petani yang menggarap banyak petakan sawah dan juga kebun. mereka sosok pekerja keras dan sangat menyayangi saya dan saudara-saudara saya."
"Mereka memiliki pandangan yang bagus akan pendidikan dan masa depan ank-anaknya. Semua anak-anaknya ia sekolahkan hingga menempuh perguruan tinggi. Usianya sudah tidak muda lagi. Dan kami sangat ingin melihat orang tua untuk tidak sering bekerja di sawah atau di ladang."
"Mereka menggarap sawah yang jauh dari rumah. Untuk mencapai lokasi harus berjalan sekitar satu jam. Setiap hari tanpa bosan mereka beraktivitas dan kami sebagai anak-anaknya merasa bersalah. Mengapa tidak bisa membujuk mereka untuk di rumah saja. Ingin sekali kami melihat mereka bersantai dan menikmati hidup."
"Banyak jawaban mereka, yang intinya mereka tidak mau menggatungkan hidup kepada siapapun termasuk kami kepada anak-anaknya. Hingga suatu ketika kami menyarankan kepada mereka untuk menukar tanah yang jauh tadi ke tanah yang lebih dekat."
"Lagi-lagi mereka tidak mau. Ada perkataannya yang menyebutkan bahwa itu tanah pusaka, warisan dari kakek buyut yang harus dijaga. Begitulah seterusnya hingga mereka menutup usia dengan senyum tergores di bibirnya. Semoga sebagai pertanda kebahagiaan menyelimuti dirinya."
"Kini, kami mengambil hikmah. Ternyata tanah yang dulu dipertahankan untuk tidak ditukar atau dijual adalah tanah mas yang berharga. Dulu, mana ada orang yang mau melewati tanah itu karena menakutkan."
"Banyak pohon-pohon besar dan hutannya lebat. Sedangkan sawah dan ladang konturnya tidak datar. Dulu tidak ada orang yang mau membuat orang di tempat it. Mana berani orang membuat tempat tinggal di tempat yang jarang didatangi manusia."
"Namun, kini, setelah mereka meninggal kami menyaksikan dengan mata kepala sendiri. Tanah di sekitar sawah Bapak dan Ibu menjadi tanah yang diperebutkan. Udaranya sejuk dan pemandangannya indah."
"Kami membangun sebuah masjid yang disampingnya ada restoran. Banyak orang datang ke tempat kami. Tanah ini menjadi tempat kami berusaha. Ternyata orang tua kami mempertahankan tanah ini dan Allah mencurahkan berkahnya untuk kami."
Ia bercerita:
"Saya memiliki orang tua yang sangat menyayangi saya dan saudara-saudara, mereka seorang petani yang menggarap banyak petakan sawah dan juga kebun. mereka sosok pekerja keras dan sangat menyayangi saya dan saudara-saudara saya."
"Mereka memiliki pandangan yang bagus akan pendidikan dan masa depan ank-anaknya. Semua anak-anaknya ia sekolahkan hingga menempuh perguruan tinggi. Usianya sudah tidak muda lagi. Dan kami sangat ingin melihat orang tua untuk tidak sering bekerja di sawah atau di ladang."
"Mereka menggarap sawah yang jauh dari rumah. Untuk mencapai lokasi harus berjalan sekitar satu jam. Setiap hari tanpa bosan mereka beraktivitas dan kami sebagai anak-anaknya merasa bersalah. Mengapa tidak bisa membujuk mereka untuk di rumah saja. Ingin sekali kami melihat mereka bersantai dan menikmati hidup."
"Banyak jawaban mereka, yang intinya mereka tidak mau menggatungkan hidup kepada siapapun termasuk kami kepada anak-anaknya. Hingga suatu ketika kami menyarankan kepada mereka untuk menukar tanah yang jauh tadi ke tanah yang lebih dekat."
"Lagi-lagi mereka tidak mau. Ada perkataannya yang menyebutkan bahwa itu tanah pusaka, warisan dari kakek buyut yang harus dijaga. Begitulah seterusnya hingga mereka menutup usia dengan senyum tergores di bibirnya. Semoga sebagai pertanda kebahagiaan menyelimuti dirinya."
"Kini, kami mengambil hikmah. Ternyata tanah yang dulu dipertahankan untuk tidak ditukar atau dijual adalah tanah mas yang berharga. Dulu, mana ada orang yang mau melewati tanah itu karena menakutkan."
"Banyak pohon-pohon besar dan hutannya lebat. Sedangkan sawah dan ladang konturnya tidak datar. Dulu tidak ada orang yang mau membuat orang di tempat it. Mana berani orang membuat tempat tinggal di tempat yang jarang didatangi manusia."
"Namun, kini, setelah mereka meninggal kami menyaksikan dengan mata kepala sendiri. Tanah di sekitar sawah Bapak dan Ibu menjadi tanah yang diperebutkan. Udaranya sejuk dan pemandangannya indah."
"Kami membangun sebuah masjid yang disampingnya ada restoran. Banyak orang datang ke tempat kami. Tanah ini menjadi tempat kami berusaha. Ternyata orang tua kami mempertahankan tanah ini dan Allah mencurahkan berkahnya untuk kami."