Aku berdoa seperti doa yang engau lantunkan. Dan saat aku berharap ada keturunan yang akan melanjutkan perjuangan kuteladani apa yang engkau lakukan. Engkau bersabar hingga berpuluh tahu sampai tulangmu rapu, punggungmu membungkuk, dan kepalamu beruban, rambutmu memutih.
Meskipun rasanya tidak sanggup kami menauladanimu. Rasanya kami akan berburuk sangka kepada Tuhanmu apabila sampai aku berada seperti posisimu saat itu. Namun engkau begitu agung. Dan aku berbahagia dari isteriku lahir puteri kecil, subhanallah, kunamai Ghaitsa Zhahira Shafa.
Zkariya alaihissalam, ketika engkau menginginkan pelanjut perjuanganmu, maka aku pun memiiki permintaan dan keinginan yang sama, meskipun tentu cita-citamu lebih agung, dan aku ahu itu. Namun setidaknya aku mencintaimu dan caramu meskipun aku tidak sama denganmu, yang dengan begitu aku berharap akan digolongkan denganmu.
Dan terselip di hatiku satu lagi cita yang terus membayangiku. Aku mengeluh kepada Tuhanku seperti yang engkau keluhkan. Aku mengatakan, "Tulangku mulai merapuh, kekuatanku mulai menurun, dan rambutku segera memutih, dan aku belum bisa berbuat baik kepada orang tuaku."
Waktu berjalan begitu cepat. Tiba-tiba aku tersadar bahwa kinia ku telah tua. Dulu aku adalah seorang anak dan kini aku sudah punya anak. Aku sudah menua tapi aku tidak mampu berbuat seperti Ibrahim yang berbakti kepada ayah bundanya.
Maka ingin aku menjadi seperti Zakariya yang menginginkan seorang putera yang akan melanjutkan perjuangannya, seperti Ibrahim yang berarap lahir dari rahim isterinya yang mandul seorang putera, dan aku ingin juga berbakti kepada ayah bundaku.