-->

Kolang-Kaling Ramadhan yang Bikin Kangen

Bila Ramadhan tiba maka kolang-kaling haruslah termasuk daftar pertama menu ta'jil. Bentuknya yang pas di mulut serta warnanya yang putih bersih begitu sedap dipandang. Kenyalnya tubuh si kolang kaling memberikan sensasi yang berbeda saat lidah mulai menggoyangkan badannya. Ia menggeliat dan berlari namun dengan tangkas lidah menyeretnya dan mengunci di pojok mulut, sesaat kemudian ia terkoyak dan meluncur deras ke usus besar.

Itulah berapa baris kalimat yang menggambarkan begitu berartinya menu ini. Ya bagi orang Sunda atau orang Indonesia, Kolang-kaling yang dijadikan kolak merupakan menu ta'jil favorit. Cara masaknya cukup mudah hanya menggunakan Bahan-bahan yang mudah dan tersedia di warung terdekat.

Baca Juga Berbuka Puasa Bersama Qomarudin
Mula-mula kita pilih kolang-kaling yang akan dijadikan kolak. Penulis sendiri lebih suka yang masih muda. Atau kalau mau yang agak sedikit alot maka bisa memilih yang agak tua. Bisa kita membelahnya lagi atau tidak. Siapkan air secukupnya dan didihkan, kemudian tambahkan santan bila suka, atau susu dan sedikit garam. Setelah itu masukkan kolang-kaling, bisa juga ditambahkan susu. Sesuadah itu berikan gula sesuai selera.



Berita Kurang Enak

Kolak kolang-kaling atau dalam bahasa orang kampung Penulis disebut "Caruluk" diyakini kandungan gizinya sangat baik dan rendah lemak. Sehingga orang-orang yang berpendidikan tahu akan hal ini. Mereka lebih suka panganan kolang-kaling dari pada menu ta'jil yang lain.

Kolang-kaling berasal dari buah aren yang satu kelas denan kurma yang termasuk palem-paleman. Tandannya juga hampir mirip dengan kurma. Hanya saja bentuk buahnya lebih besar dari buah kurma.

Saya mendapatkan kabar bahwa kolang-kaling yang beredar dipasaran telah tercemar zat berbahaya. Diantaranya adalah zat pengawet dan pemutih. Bila berita ini benar maka sungguh sangat keterlaluan. Orang Indonesia diracuni dari makanan pokoknya. Ini adalah bentuk kejahatan yang luar biasa. Pelakunya harus dihukum berat. Karena ini menyangkut hal yang primer bagi manusia. Urusan makanan sama dengan urusan nyawa.

Maka dengan ini kita patut waspada. Jangan terlalu tergiur bila melihat kolang-kaling warnanya sanga putih. Kolang-kaling yang tanpa bahan pengawet warnanya agak kuning. Dan jangn terlalu gembira bila mendapati kolang-kaling yang kelihatan segar, karena kolang-kaling yang tanpa bahan pengawet warnanya tidak begitu segar dilihat bahkan walaupun ia baru diturunkan dari pohonnya dan dikupas dari cangkangnya.

Berita kedua yang juga menyedihkan adalah gula merah yang biasa dikonsumsi dan pasangan pas kolang-kaling kabarnya juga telah diberi pengawet. Kalau yang ini penulis sudah membuktikan. Tempat tinggal penulis dekat dengan orang-orang yang suka menyadap pohon aren. Air yang keluar dari tandan aren kami biasa menyebutnya "lahang" ternyata agar bisa tahan lama dibubuhi pengawet.

Berita ini sangat tidak enak didengar. Betapa tidak, gula adalah bahan pokok yang seharusnya aman dikonsumsi. Pantas saja bila akhir-akhir ini orang-orang kampung pun terserang penyakit yang biasa menyerang orang kota. Hal itu karena makanan di kampung pun sudah tidak alami seperti dahulu kala. sementara kalangan yang sudah bersentuhan dengan peradaban maju ingin kembali mengkonsimsi makanan alami, sementara orang-rang kampung zaman sekarang merasa keren bila tiap hari makan mie.

Wallahu a'lamu ...
LihatTutupKomentar