Islam mulai berkembang dengan pesat di Kesultanan Brunai sejak Syarif Ali diangkat
menjadi Sultan ke-3 Brunai pada tahun 1425. Sultan Syarif Ali adalah seorang Ahlul
Bait dari keturunan cucu Rasulullah SAW, Hasan, sebagaimana tercantum dalam Batu
Tarsilah atau Prasasti dari abad ke-18 M yang terdapat di Bandar Sri Begawan, ibu kota
Brunai Darussalam. Selanjutnya, agama Islam di Brunai Darussalam terus berkembang
pesat. Sejak Malaka yang dikenal sebagai pusat penyebaran dan kebudayaan Islam
jatuh ke tangan Portugis tahun 1511, banyak ahli agama Islam yang pindah ke Brunai.
Masuknya para ahli agama membuat perkembangan Islam semakin cepat menyebar ke
masyarakat.
Kemajuan dan perkembangan Islam semakin nyata pada masa pemerintahan Sultan
Bolkiah (sultan ke-5) yang wilayahnya meliputi Suluk, Selandung, Kepulauan Sulu,
Kepulauan Balabac, Pulau Banggi, Pulau Balambangan, Matanani, dan utara Pulau
Palawan. Di masa Sultan Hassan (sultan ke-9), masyarakat Muslim Brunai memiliki
institusi-institusi pemerintahan agama. Agama pada saat itu dianggap memiliki peran
penting dalam memandu negara Brunai ke arah kesejahteraan. Pada saat pemerintahan
Sultan Hassan ini, undang-undang Islam, yaitu Hukum Qanun yang terdiri atas 46 pasal
dan 6 bagian, diperkuat sebagai undang-undang dasar negara.
Di samping itu, Sultan Hassan juga telah melakukan usaha penyempurnaan
pemerintahan, antara lain dengan membentuk Majelis Agama Islam atas dasar Undang-
Undang Agama dan Mahkamah Qadhi tahun 1955. Majelis ini bertugas memberikan
dan menasihati sultan dalam masalah agama dan ideologi negara. Untuk itu, dibentuk
Jabatan Hal Ehwal Agama yang tugasnya menyebarluaskan paham Islam, baik kepada
pemerintah beserta aparatnya maupun kepada masyarakat luas.
Langkah lain yang ditempuh sultan adalah menjadikan Islam benar-benar berfungsi
sebagai pandangan hidup rakyat Brunai. Pada tahun 1888-1983, Brunai berada di bawah
kekuasaan Inggris. Brunai merdeka sebagai negara Islam di bawah pimpinan sultan ke-
29, yaitu Sultan Hassanal Bolkiah Mu’izzuddin wad Daulah, setelah memproklamasikan
Sejarah Peradaban Islam Kurikulum 2013 155
kemerdekaannya pada
31 Desember 1983. Gelar
Mu’izzuddin wad Daulah
(Penata Agama dan
Negara) menunjukkan
ciri keislaman yang selalu
melekat pada setiap raja
yang memerintah. Pada
Tahun 1839, James Brooke
dari Inggris datang ke
Serawak dan menjadi raja
di sana serta menyerang
Brunai, sehingga Brunai
kehilangan kekuasaannya atas Serawak. Pada tanggal 19 Desember 1846, pulau Labuan
dan sekitarnya diserahkan kepada James Brooke. Sedikit demi sedikit wilayah Brunai
jatuh ke tangan Inggris melalui perusahaan-perusahaan dagang dan pemerintahannya
sampai dengan wilayah Brunai kelak berdiri sendiri di bawah protektorat Inggris di
tahun 1984.
Pada saat yang sama, Persekutuan Borneo Utara Britania sedang meluaskan
penguasaannya di Timur Laut Borneo. Pada tahun 1888, Brunai menjadi sebuah negeri
di bawah perlindungan kerajaan Britania dengan kedaulatan dalam negerinya, tetapi
dengan urusan luar negeri tetap diawasi Britania. Pada tahun 1906, Brunai menerima
suatu langkah perluasan kekuasaan Britania saat kekuasaan eksekutif dipindahkan
kepada seorang residen Britania, yang bertugas menasehati baginda Sultan dalam semua
perkara, kecuali hal yang bersangkutan dengan adat istiadat setempat dan agama.
Pada 4 Januari 1979, Brunai dan Britania Raya telah menandatangani Perjanjian
Kerjasama dan Persahabatan. Perjanjian tersebut berisi 6 pasal. Akhirnya setelah
96 tahun di bawah pemerintahan Inggris Brunai resmi menjadi negara merdeka di
bawah Sultan Hassanal Bolkiah pada 1 Januari 1984, Brunai Darussalam telah berhasil
mencapai kemerdekaan sepenuhnya.
Setelah merdeka Brunai menjadi sebuah negara Melayu Islam Baraja. “Melayu”
diartikan dengan negara Melayu yang mengamalkan nilai-nilai tradisi atau kebudayaan
Melayu yang memiliki unsur-unsur kebaikan dan menguntungkan. “Islam” diartikan
sebagai suatu kepercayaan yang dianut negara yang bermadzhab Ahlussunnah wal
Jama’ah sesuai konstitusi dan cita-cita kemerdekaannya. “Baraja” adalah suatu sistem
156 Buku Siswa Kelas XII
tradisi Melayu yang telah lama ada.
Brunai merdeka sebagai negara
Islam di bawah pimpinan sultan ke-
29, yaitu Sultan Hassanal Bolkiah
Mu’izzuddin wad Daulah. Panggilan
resmi kenegaraan sultan adalah Yang
Maha Mulia Paduka Sri Baginda. Gelar
Mu’izzuddin wad Daulah (penata
agama dan negara) menunjukkan ciri
keislaman yang selalu melekat pada
setiap raja yang memerintah.
Kerajaan Brunai Darussalam
adalah negara yang memiliki corak
pemerintahan monarki konstitusional dengan Sultan yang menjabat sebagai Kepala
Negara dan Kepala Pemerintahan, merangkap sebagai Perdana Menteri dan Menteri
Pertahanan dengan dibantu oleh Dewan Penasihat Kesultanan dan beberapa Menteri,
yang dipilih dan diketuai oleh Sultan sendiri. Untuk kepentingan penelitian agama
Islam, pada tanggal 16 September 1985 didirikan pusat dakwah yang juga bertugas
melaksanakan program dakwah serta pendidikan kepada pegawai-pegawai agama serta
masyarakat luas dan pusat pameran perkembangan dunia Islam.
Di Brunai, orang-orang cacat dan anak yatim menjadi tanggungan negara. Seluruh
pendidikan rakyat (dari TK sampai Perguruan Tinggi) dan pelayanan kesehatan diberikan
secara gratis. Pihak kerajaan memainkan peranan penting dalam perkembangan Islam.
Peran ini terlihat dari langkah pemerintahan Kesultanan Brunai untuk mendirikan
Pusat Kajian Islam yang ditujukan untuk kepentingan penelitian agama Islam. Pusat
kajian yang didirikan pada 16 September 1985 ini bertugas melaksanakan program
dakwah serta pendidikan kepada pegawai-pegawai agama serta masyarakat luas dan
pusat pameran perkembangan dunia Islam. Geliat keislaman di Brunai Darussalam jelas
terlihat pada saat hari-hari besar Islam, seperti Maulid Nabi SAW, Nuzulul Quran, dan
Isra Mi’raj. Setiap hari besar Islam, pihak Kesultanan Brunai selalu menyelenggarakan
acara perayaan. Bahkan, Sultan Hassanal Bolkiah selaku pemimpin negara mewajibkan
para pegawai kerajaan untuk menghadiri peringatan tersebut.