Dalam salah satu kitab karya syaik Sulaiman Al-Bajuri yang popular di Indonesia yaitu kitab Tuhfah Al-Athfal yang sering dieja Tuhfatul Athfal, beliau banyak menyisipkan petuah atau nasihat yang sangat berharga.
Kitab ini sebenarnya bukan kitab tasawuf atau kitab tentang akhlaq. Namun tentunya beliau sebagai ulama selalu memberikan perhatian yang sangat terhadap da’wah Islam. Lebih-lebih mengenai akhlaq dan inspirasi kehidupan mesti diwariskan.
Dalam hal saya selalu terkesan dengan kepiawaian beliau dalam hal merangkai kata dalam bentuk nadzam dan sangat mengena dengan perkembangan peserta didik terutama santri santri yang tergolong mubtadiin.
Kaidah Pertama
Potongan bait dalam hukum al adalah menjelaskan tentang cara baca Alif Lam Qamariyyah yang harus izhhar (jelas), bait itu berbunyi;
قَبْلَ ارْبَعٍ مَع عَشْرَةٍ خُذْ عِلْمَهُ
مِنْ ابْغِ حَجَّكَ وَخَفْ عَقِيْمَهُ
Potongan bait di atas ada kata;
ابْغِ حَجَّكَ وَخَفْ عَقِيْمَهُ
Potongan bait ini mengandung pengertian (wallahu a’lam): Raihlah apa yang menjadi tujuanmu, dan takutlah akan ketidaksusesannya. Dalam hal ini maka kita bisa menghayati atau setidaknya kita bisa mengambil hikmah.
Salah satu yang dapat kita ambil adalah, bahwasannya kita sebagai anak muda harus punya visi dalam hidupnya. Ia harus punya pandangan yang tajam dan jauh yang menjadi haluan atau garis yang menuju sebuah sasaran yang jelas. Kemudian kita juga harus mengerahkan segenap kemamapuan untuk mencapai tujuan itu. Kita mesti memaknai ketakutan dengan positif.
Kaidah Kedua
Dalam potongan bait Tuhfatul Athfal berikutnya adalah membahas tentang hukum dan cara melapalkan lafadz yang beralif lam syamsiyah. Dalam bait itu ada juga kalimat bernash dan berhikmah. Bait itu berbunyi;
طِبْ ثُمَّ صِلْ رَحْمًا تَفُزْ ضَفْ ذَا نِعَم
دَعْ سُوْءَ الظَّنِّ زُرْ شَرِيْفًا لِلْكِرَام
Bait ini menjelaskan huruf-huruf yang bila ada di depan “Al” maka cara bacanya adalah dengan di-idghamkan. Dan sekarang akan kita ambil bebrapa pelajaran;
طِبْ Kata ini berarti; berbuat baiklah! Kata ini dekat dengan kata yang berarti harum. Bila kita mengaitkan dua kata ini maka sesungguhnya kebaikan ini akan membuat pelakunya seharum bunga atau minyak wangi yang selalau disukai oleh setiap orang.
ثُمَّ صِلْ رَحْمًا ini adalah kalimat berikutnya yang menyambung kalimat tadi di atas, makanaya (wallahu a’lam); Kemudian sambunglah tali kasih. Kalimat ini tuahnya sangat dalam. Kesuksesan manusia sangat bergantung bagaimana ia menjalin hubungan dengan sesamanya. Sudah terbukti bahwa orang-orang yang sukses di era sekarang dan masa lalau adalah orang orang yang pandai menjari koneksi dan kawan sebanyak-banyaknya. Lebih-lebih hubungan darah dan keluarga. Kesuksesan seseorang sangat bergantung dari hubungannya dengan keluarga. Sudah dibuktikan pula orang-orang yang sukses adalah orang yang memilki hubungan hangat dengan keluarganya, terutama ibunya. Sungguh luar biasa tuntunan Allah ini. Maka setelah kita menjalankan dua petuah ini maka kita akan beroleh hasil yang diungkapkan dengan kata تَفُزْ yang berarti kita akan beruntung dan sukses.
Kemudian bait ini dilanjutkan dengan ضَفْ ذَا نِعَم yang bermakna (wallahu a’lam); sandarkanlah dirimu kepada Allah sang Maha Pemilki nikmat. Ini mengajarkan kita untuk selalau menyandarkan diri dan terhubung selalu kepada Allah SWT.
Kemudian Syaikh melanjutkan nasihatnya dengan lafadz; دَعْ سُوْءَ الظَّنِّ yang bermakna (wallahu a’lam); tinggalkanlah buruk sangka. Sikap ini sangat penting. Telah dibuktikan bahwa sikap ini adalah salah satu yang dapat membuat hidup kita menjadi sukses. Orang yang selalu berbaik sangka akan cerah dan damai hatinya. Tidak risau dan resah memikirkan ketakutan dan keburukan orang lain.
Syaikh melanjutkan dengan kalimatnya yang sangat indah yaitu;
زُرْ شَرِيْفًا لِلْكِرَام yang bermakana (wallahu a’lam); kunjungilah orang-orang mulia. Tentunya kemuliaan yang akhlaqnya baik. Karena barang siapa bergaul dengan orang baik maka ia akan menjadi baik. Dan sebaliknya barang siapa yang bergaul dengan dengan orang-orang yang buruk maka ia akan buruk pula.
Demikianlah yang bisa dituliskan melalaui catatan kecil ini, semoga bermanfaat khus untuk penulis dan umumnya untuk semuanya.
Antara ulama dan bukan itu bisa terlihat dari kata-katanya. Kalau yang keluar itu nasihat maka ia adalah ulama. Bila yang keluar adalah sumpah serapah dan kemarahan maka itulah iblis bertopeng ulama.
Antara ulama dan bukan itu bisa terlihat dari kata-katanya. Kalau yang keluar itu nasihat maka ia adalah ulama. Bila yang keluar adalah sumpah serapah dan kemarahan maka itulah iblis bertopeng ulama.