"Lafadz Guru Ngaji tidak sehebat dan sedahsyat lafadz ulama" mungkin demikian kesan banyak orang. Tapi bagi ku ini adalah kata yang memiliki arti tersendiri dan selalu mendapat tempat paling tinggi di puncaknya.
Kalau diibaratkan maka di antara semua makhluknya ada satu puncak yang hanya dihuni oleh deretan nama-namanya. Mereka berada di puncaknya termasuk mereka yang menjadi guru-guru ngajiku.
Di sore yang lebih gelap dari biasanya, mendung seperti sebentar lagi mau menumpahkan beban bibit-bibit hujan. Kami yang biasa disebut "budak ngaji" sedang asyik mengelilingi seorang sosok sepuh yang biasa kami panggil Bapa. Kami perkenalkan, inilah guru ngajiku.
Sudah menjadi acara rutin di sore hari menjelang maghrib setiap hari. Berkumpul mengelilingi guru ngaji yang sibuk memasang patromak agar para budak ngaji ini tidak kegelapan.
Tangan terampil Bapak selalu menjadi tontonan yang menghibur. Seperti sebuah pertunjukkan sirkus yang menghadirkan rasa penasaran akan apa yangbterjadi selanjutnya. Meskipun pemandangan seperti ini berulang setiap sore. Budak ngaji cukup heran dan penasaran mengapa kaos lampu dari kain bisa menyala seterang itu? Saat itu aku juga sempat berpikir apa gunanya kompaan itu, apakah agar kaos lampu itu berpijar, atau agar ia tambah terang cahanya? Sampai sedewasa ini pun sebenarnya belum kutemukan jawabannya. Sialnya diriku, kalau seandainya kugunakan sebagian saja dari otakku pasti aku sudah menjadi orang yang sering ada dalam doa Bapak.
Ada obrolan-obrolan kecil saat kami berkumpul. Namun sebagiannbesar adalah doa-doa. Kebiasaan Bapak guru ngajiku adalah menyebut nama-nama budak ngaji lalu ia nengucapkan kata-kata seperti bukan doa tapi Aku yakin itu doa.
"Calon ulama", begitu suatu hari ia memanggilku di tengah-tengah berkumpuknya budak ngaji yang masih takjub dengan benda ajaib yang bernama petromak itu yang kini tidak kinclong lagi.
Masih membekas diingatanku, sehabis mengaji, kami dikagetkan oleh permintaan Bapak. Ia mengatakan, "Cik, sugan aya nu gaduh tuangen di bumi, bapak minta".
Subhanallah, rupanya dari tadi Bapak mengajari kami sambil perutnya lapar. "Betapa buruknya akhlaq kami", begitu kami pikir saat itu. Sayangnya di rumah ibu dan bapakku tidak ada makanan untuk diberikan.
Seingat saya, ada seorang perempuan, budak ngaji, sama sepertiku, yang pulang ke rumahnya dan kembali membawakan sup untuk Bapak. Kami lihat bapak begitu lahap dan menikmati sup itu. Mungkin karena sufah begitu laparnya hingga ia merasa makanan itu nikmat sekali.
Dalam tulisan ini Aku hanya ingin mengingatkan, khusus untuk diriku, janganlah menyia-nyiakan guru ngaji. Ia yang ikhlas meninggalkan semua peluang bisnis dan waktunya untuk mengajari kita.
Sumpah demi Allah Aku pernah merasakan betapa sulitnya guru ngaji. Budak ngaji yang terkadang terhitung jumlahnya ada 100 orang itu harus ia dengarkan dan betulkan bacaan Al-Qur'annya. Seharusnya ia mendapatkan harta yang banyak dari kita yang menitiokan anak untuk dibimbingnya. Orang yang hanya mengkhususkan diri untuk mengajarkan ngaji tentu sebaiknya harus diperhatikan soal makanan, tempat tinggal, biaya hidup, dan tanggungannya. Satu orang guru ngaji yang hidup mapan lebih baik dari pada membiarkannya terlantar. Jangan biarkan hatinya terpecah antara memberi nafkah keluarga dan mengajarkan ngaji. Mereka pasti mau dan ikhlas mengajarkan alif ba ta tsa kepada anda tapi kalau anaknya menangis, istrinya menangis, dan kebutuhannya tidak tercukupi, maka siapa orangnya yang akan sanggup bertahan.
Uang 1 juta perbulan yang anda berikan kepada guru ngaji masih sedikit dibandjngkan ilmu dan kemanfaatan yang akan dirasakan anak anda. Dan tidak ada guru ngaji yang mematok harga dan meminta. Mereka tidak mungkin meminta tinggal berpikir siapa yang mau peka dan mengambil pelajaran.
Tidak ada kata-kata miring soal membuat kaya guru ngaji. Ada apa dengan kats-kata itu. Tidak ada negatif sama sekali kalau guru ngaji itu kaya dan cukup dari pemberian anda yang berjuta-juta. Biarlah hudupnya kaya dan anda akan melihat pengaruhnya pada pendidikan anak yang anda titipkan kepadanya.
Orang yang mengajarimu sepoting ilmu adalah orang yang sudah berhak memperbudakmu, demikian kata Imam Ali. Itu baru sepotong kantas bagaimana kalau anak anda mengaji bertahun-tahun. Yang ada malah terjadi sebaliknya, guru ngaji yang memberi makan budak ngajinya. Seharusnya ini jadi pikiran semua orang. Kalau tidak bisa memberi setidaknya jangan merepotkan. Tapi guru ngaji memang tidak merasa kerepotan mengajar sekaligus memberi makan. Namun dalam posisi ini siapa yang mau mendapatkan keuntungan yang besar dari itu.
Janganlah merasa nyaman dengan keadaan itu. Karena guru ngajinya "kaya" dan dermawan dan seolah tidak butuh apa-apa jangan lantas anda membiarkan anak anda keenakan dalam kondisi itu. Ajarkan padanya sikap rela berkorban dan berinfak untuk kemajuan agama. Salah satu yang anda bisa adalah berinfaq kepada guru ngaji. Kalau anda tahu banyak orang makan di dapur kyai maka anda mesti membantu menyiapkan berasnya, bumbunya, kompkrnya, gasnya, rempahnya, lauknya, dan seterusnya. Itu bukan berarti anda mesti ikut masak di dapur guru ngaji anda cukup kirimkan keperluan dapurnya kecuali kalau anda bisa.
Jangan biarkan penampilan guru ngaji anda tidak keren. Berikan pakaian-pakaian tren terbaru. Heran sekali sikap orang itu mereka lebih menghormati seseorang yang dsebut-sebut alim dan selalu bersikap sopan padanya tapi sikapnya tidak sebagus itu saat berhadaoan atau bergaul dengan guru ngajinya. Makah kalau ia sudah dewasa dan sukses sikapnya kepada guru ngaji seperi sukapnya kepada teman biasa saja, bahasa datar tidak ada sikap merendah di hadapan guru. Bahkan yang lebih parah ada budak ngaji yang merasa tidak pernah diajari sesuatu dan menilai pelajaran guru ngaji itu sedikit.
Kalau sikap seperti ini yang terus dipraktekkan dalam kehidupan masyarakat maka ia akan kena akibatnya di suatu saat nanti. Agama akan dihormati kalau yang menyampaikannya kaya, terhormat, orang kota, dan seterusnya. Tapi kalau seorang guru ngaji dari kampung, miskin, yang menyampaikan agama sejurus kemudian para pendengar itu berlagak sebagai pembicara dan tidak ada yang mau dengan seksama menyimak perkataan dan pernyataannya. Itu baru perkataan, apalagi kalau ia berfatwa maka tidak ada yang mau sedijitpun mendengarkan dan yang terjadi adalah naik banding ke lembaga yang lebih tinggi. Ia mengatakan, "Kata si anu begini, benar tidak kyai". Ia bertanya kepada seorang ulama besar dan tidak menghormati sedikitpun kalam dan fatwa sang guru ngaji yang orang pinggiran itu tadi.
Sudah panjang rupanya kalimat-kalimat di artikel ini. Semoga Allah melimpahkan keberkahan, kekayaan, kecukupan, kepada guru ngaji-gury ngaji di seluruh dunia. Mereka tidak dibayar wahai saudaraku seiman. Berikanlah tempat tinggal yang besar dan nyaman, lengkapi perabotannya, cukupi kebutahannya oleh anda, berikan ia kendaraan baik itu mobil atau motor yang bagus. Maka kebaikan Allah akan datang menghampiri anda. Kalau ada ajaran Islam yang hidup katena anda mau memperhatikan para guru ngaji maka anda akan dihidupkan okeh Allah dalam kehidupan yang paling bahagia. Hidupnya amal agama karena ada peran anda maka anda akan dihidupkan bahkan dimatukan dalam keadaan yang paling dekat dengan Allah SWT. Semoga anda diberikan kelapangan dan kekayaan serta keberkahan Allah atas upayananda yang tidak sedikit untuk mewujudkannya. Siapa yang mau dan melakukannya maka dialah yang akan mendapatkannya.