Kesaksian Nasabah Bank Syariah yang Mencengangkan Publik Dunia ini saya dapatkan saat berkunjung ke seorang pengusaha kaya asal Bandung Kota. Kali ini ia bercerita tentang keheranannya saat menjadi nasabah sebuah bank syari'ah.
Pada awal-awal kemunculannya ia banyak mempertanyakan tentang konsep bank syariah ini. Bahkan sempat ia berpikir bahwa antara bank syariah dan bank konvensional itu sama saja. Kurang lebih sama bingungnya saat orang harus membedakan riba dan jual beli disaat penjual harus melebihkan harga agar untung. Orang bingung riba dan jual beli bukankah sama?
Yang lebih pelik lagi adalah saat bank syariah teta menginduk ke Bank Indonesia yang nota bene belum syariah lantas bagaimana posisi bank syariah itu. Sama, beda, atau bagaimana. Pertanyaan yang muncuk pakah bank syariah itu mandiri atau tetap ada keterkaitan dengan BI itu.
"Dulu", katanya, "Saya sempat kurang suka dengan cara bank syariah menawarkan produknya.Saat akan melakukan pinjaman prosedurnya tidak mudah. Jadinya mending ke bank biada saja lebih mudah."
Dalam ceritanya pernah juga merasa heran kalau bank syar'i juga menerapkan bunga, begitu beliau menyebutnya, dan bunganya besar, padahal yang namanya bunga kecil saja todak boleh apalagi besar.
Suatu waktu ia mencoba meminjam uang kepada salah satu bank syari'ah itu. Dan beberapa waktu kemudia ia sanggup membayar dengan mulus meskipun bunganya, begitu ia menyebutnya, 4 persen.
Setelah sekali ia menjadi ketagohan hingga menggunakan bank syari'ah untuk pembiayaan usahanya. Maka suatu ketika ia menuatakan keheranan itu. Sebuah testimoni yang mencengangkan.
"Saya merasa heran, mengapa setiap kali meminjam uang ke bank syari'ah saya bisa melunasinya dengan lancar meskipun ada 4 persen dan usaha saya lancar. Tapi kenapa saat meminjam ke bank konvensional terkadang saya tidak semulus ke bank syariah padahal persentasenya lebih kecil dan usaha saya terasa sulit."
Pada awal-awal kemunculannya ia banyak mempertanyakan tentang konsep bank syariah ini. Bahkan sempat ia berpikir bahwa antara bank syariah dan bank konvensional itu sama saja. Kurang lebih sama bingungnya saat orang harus membedakan riba dan jual beli disaat penjual harus melebihkan harga agar untung. Orang bingung riba dan jual beli bukankah sama?
Yang lebih pelik lagi adalah saat bank syariah teta menginduk ke Bank Indonesia yang nota bene belum syariah lantas bagaimana posisi bank syariah itu. Sama, beda, atau bagaimana. Pertanyaan yang muncuk pakah bank syariah itu mandiri atau tetap ada keterkaitan dengan BI itu.
"Dulu", katanya, "Saya sempat kurang suka dengan cara bank syariah menawarkan produknya.Saat akan melakukan pinjaman prosedurnya tidak mudah. Jadinya mending ke bank biada saja lebih mudah."
Dalam ceritanya pernah juga merasa heran kalau bank syar'i juga menerapkan bunga, begitu beliau menyebutnya, dan bunganya besar, padahal yang namanya bunga kecil saja todak boleh apalagi besar.
Suatu waktu ia mencoba meminjam uang kepada salah satu bank syari'ah itu. Dan beberapa waktu kemudia ia sanggup membayar dengan mulus meskipun bunganya, begitu ia menyebutnya, 4 persen.
Setelah sekali ia menjadi ketagohan hingga menggunakan bank syari'ah untuk pembiayaan usahanya. Maka suatu ketika ia menuatakan keheranan itu. Sebuah testimoni yang mencengangkan.
"Saya merasa heran, mengapa setiap kali meminjam uang ke bank syari'ah saya bisa melunasinya dengan lancar meskipun ada 4 persen dan usaha saya lancar. Tapi kenapa saat meminjam ke bank konvensional terkadang saya tidak semulus ke bank syariah padahal persentasenya lebih kecil dan usaha saya terasa sulit."