Belum lama ini saya mendapta sebagai Tim Pemandung Haji Daerah atau yang biasa disingkat TPHD. Sudah lima tahun yang lalu saya ingin mendaftar dan baru kesampaian tahun 2017 ini. Dari pesantren tempat saya belajar berangkat langsung menuju Gedung Sate.
Sampai di sana terlihat di dalam kawasan Gedung sate sedang ada acara. Saya tidak tahu acara apa yang saat itu sedang berlangsung. Yang jelas ada grup band yang sedang tampil. Suara penanyinya bagus menyanyikan lagi yang saya kenal tapi liriknya tidak hapal dan penyanyi aslinya tidak tahu.
Sampai di sebuah gedung seperti yang diarahkan kyai saya dan juga teman-teman saya. Bahwa saya harus ke gedung sebelah kiri bagian arsip. Sampai di lobi dan petugas menanyakan maksud kedatangan saya. Saya menjawab sesuai dengan tujuan saya.
Yang aneh adalah saya diarahkan ke sebelah kanan. Sementara masih lekat diingatan saya bahwa nanti akan di arahkan ke sebelah kiri. Dengan hati penuh tanya saya mengikut petunjuk jalan yang dari petugas di lobi tadi.
Tiba di sebuah ruangan di lantai bawah. Dan di sana banyak orang-orang berpeci hitam yang dari mukanya saya tahu bahwa mereka para kyai. Agak tenang hati saya karena menyangka bahwa para kyai iu juga akan daftar seperti saya.
Ruangan itu sangat sibuk dengan orang-orang yang saya tidak tahu kepentingan mereka. Setelah tiba giliran saya maka saya bertanya tentang pendaftaran TPHD. Ternyata saya tidak langsung mendapat jawaban. Saya diarahkan kepada seseorang di meja sebelah barat yang tampak sangat kharismatik. Jawabannya adalah On line. Saya menangkap daftarnya harus online.
Di era yang serba internet ini, maka saya langsung membuka internet di smartphone saya. Setelah puluhan menit saya membuka-buka tab di browser smartphone itu tidaka saya temukan sebuah website pun yang mencantumkan formulir pendaftaran.Yang ada hanyalah berita terkait itu saja tidak lebih.
Saya lalu mengirim pesan kepada sahabat saya dan kembali menanyakan soal gedung tempat mengiriman pengajuan untuk menjadi TPHD. Karena agak lama menunggu balasan akhirnya saya memutuskan untuk pulang ke Cidaun tempat tinggal saya.
Dalam hati saya berkata "nanti akan saya kabari Pak Kyai sesampainya di rumah". Perjalanan pulang mesti saya hentikan meskipun sudah sangat jauh. Saya putar balik kendaraan saya dan kembali ke arah Gedung Sate. Kenapa? Karena masih penasaran.
Sampai di Gedung Sate untuk kedua kalinya saya langsung menuju lobi yang keheranan karena saya datang lagi. Saya bertanya lagi seperti perma atadi dan ia menjawab seperti tadi juga. Saya mencoba menjelaskan lebih detil namun ia bergeming dan tetap meminta saya untuk bertanya sesampainya di ruangan yang diarahkannya.
Saya keburu malas karena sudah tahu jawabannya. Apa itu? ONLINE. Dalam hati saya berkata "pulang saja". Sebelum pulang saya menyengaja datang ke masjid dengan niat menjama shalat. Saya berwudhu lalu masuk masjid. Saya shalat 8 rakaat.
Saya duduk sejenak untuk mendengarkan ceramah yang sangat menggugah dan terdengar sangat lucu. Saya cukup terhibur dan terispirasi. Dalam hati berkata "Lebih baik begitu kalau ceramah dari pada membicarakan aib seseorang, berkata kasar, atau jorok, atau berceramah dengan teriak-teriak."
Saya pulang. Dan cerita ini disebut cerita lucu, tragis, atau menyediahkan terserah pembaca. Yang jelas sepanjang jalan saya menertawakan diri saya sendiri. Baru masuk ke rumahnya manusia saja saya sudah tidak ada kemampuan. Alangkah ruginya bila datang saya suatu ketika datang ke rumah Allah tapi tidak hasil maksud tujuan. Jangan sampai ....
Sampai di sana terlihat di dalam kawasan Gedung sate sedang ada acara. Saya tidak tahu acara apa yang saat itu sedang berlangsung. Yang jelas ada grup band yang sedang tampil. Suara penanyinya bagus menyanyikan lagi yang saya kenal tapi liriknya tidak hapal dan penyanyi aslinya tidak tahu.
Sampai di sebuah gedung seperti yang diarahkan kyai saya dan juga teman-teman saya. Bahwa saya harus ke gedung sebelah kiri bagian arsip. Sampai di lobi dan petugas menanyakan maksud kedatangan saya. Saya menjawab sesuai dengan tujuan saya.
Yang aneh adalah saya diarahkan ke sebelah kanan. Sementara masih lekat diingatan saya bahwa nanti akan di arahkan ke sebelah kiri. Dengan hati penuh tanya saya mengikut petunjuk jalan yang dari petugas di lobi tadi.
Ruangan itu sangat sibuk dengan orang-orang yang saya tidak tahu kepentingan mereka. Setelah tiba giliran saya maka saya bertanya tentang pendaftaran TPHD. Ternyata saya tidak langsung mendapat jawaban. Saya diarahkan kepada seseorang di meja sebelah barat yang tampak sangat kharismatik. Jawabannya adalah On line. Saya menangkap daftarnya harus online.
Di era yang serba internet ini, maka saya langsung membuka internet di smartphone saya. Setelah puluhan menit saya membuka-buka tab di browser smartphone itu tidaka saya temukan sebuah website pun yang mencantumkan formulir pendaftaran.Yang ada hanyalah berita terkait itu saja tidak lebih.
Saya lalu mengirim pesan kepada sahabat saya dan kembali menanyakan soal gedung tempat mengiriman pengajuan untuk menjadi TPHD. Karena agak lama menunggu balasan akhirnya saya memutuskan untuk pulang ke Cidaun tempat tinggal saya.
Sampai di Gedung Sate untuk kedua kalinya saya langsung menuju lobi yang keheranan karena saya datang lagi. Saya bertanya lagi seperti perma atadi dan ia menjawab seperti tadi juga. Saya mencoba menjelaskan lebih detil namun ia bergeming dan tetap meminta saya untuk bertanya sesampainya di ruangan yang diarahkannya.
Saya keburu malas karena sudah tahu jawabannya. Apa itu? ONLINE. Dalam hati saya berkata "pulang saja". Sebelum pulang saya menyengaja datang ke masjid dengan niat menjama shalat. Saya berwudhu lalu masuk masjid. Saya shalat 8 rakaat.
Saya duduk sejenak untuk mendengarkan ceramah yang sangat menggugah dan terdengar sangat lucu. Saya cukup terhibur dan terispirasi. Dalam hati berkata "Lebih baik begitu kalau ceramah dari pada membicarakan aib seseorang, berkata kasar, atau jorok, atau berceramah dengan teriak-teriak."
Saya pulang. Dan cerita ini disebut cerita lucu, tragis, atau menyediahkan terserah pembaca. Yang jelas sepanjang jalan saya menertawakan diri saya sendiri. Baru masuk ke rumahnya manusia saja saya sudah tidak ada kemampuan. Alangkah ruginya bila datang saya suatu ketika datang ke rumah Allah tapi tidak hasil maksud tujuan. Jangan sampai ....