Ini adalah catatan perbincangan kami beberapa waktu yang lalu dengan seorang yang tua. Ia sendiri mengatakan bahwa ia sebentar lagi akan mengahadap Tuhan yang maha kuasa. Ia akan segera meninggalkan dunia.
Lantas apa yang ia pinta?
"Banyak." katanya.
Memang banyak sekali doanya, kami yakini itu. Karena ia berdoa dengan doa yang sangat panjang. Namun ada satu hal yang terkuak dari perbincangan itu.
Dengan suara agak lirih ia menjelaskan. Bahwa yang sering kali membuatnya menangis adalah ada dendam kesumat yang masih bersemayam di dadanya. Bahwa sejak usianya masih muda ia telah dihinakan seseorang.
Dan rasa dendam itu dari tahun ke tahun terus ada di dalam dadanya. Sekejap mata pun ia tidak pernah lupa. dan hatinya tidak terlepas dari perasaan itu.
Ingin sekali ia melepaskan dendam itu. Dan ia semakin kerasa berupaya hingga puluhan tahun lamanya. namun semakin lama tetap saja rasa itu ada di hatinya.
Sudah ribuan kalimat doa kepada Tuhan agar ia dihilangkan dari rasa sakit dan dendam itu. Namun selama itu pua hatinya masih seperti itu.
Sampai-sampai saat berdoa pun ia sering kali menangis memohon agar dihilangkan rasa dendam dan kebencian di hatinya. Namun tetap saja begitu. Dan hingga usia renta itu ia masih marah dengan orang yang menghinakannya berpuluh tahun lalu.
"Saya menangis karena saya tahu bahwa dendam ini akan dihisab. Dan istighfar ini adalah bentuk permohonan dari kekurangan diri saya yang sampai detik ini tidak ikhlas akan kejadian masa lalu itu."
Mendengar ceritanya tentu saja kami merasa merinding. Betapa hebatnya cerita ini kalau dimuat jadi novel. Kisah seorang pendendam yang melantunkan istigfar setiap saat.
Cerita ini mengingatkan diri kami untuk berhati-hati jangan sampai ada hati yang terluka. karena ternyata ada hati yang baik jadi memendam racun yang mematikan seumur hidup orang lain. Candaan yang kelewatan, kata-kata tajam yang menghinakan, dan sikap yang merendahkan harus ditinggalkan. Karena orang jahat sering kali bukan karena karakternya awalnya jahat namun bisa saja kecewa dengan sikap orang baik yang khilaf berbuat tidak baik kepadanya.
Lantas apa yang ia pinta?
"Banyak." katanya.
Memang banyak sekali doanya, kami yakini itu. Karena ia berdoa dengan doa yang sangat panjang. Namun ada satu hal yang terkuak dari perbincangan itu.
Dengan suara agak lirih ia menjelaskan. Bahwa yang sering kali membuatnya menangis adalah ada dendam kesumat yang masih bersemayam di dadanya. Bahwa sejak usianya masih muda ia telah dihinakan seseorang.
Dan rasa dendam itu dari tahun ke tahun terus ada di dalam dadanya. Sekejap mata pun ia tidak pernah lupa. dan hatinya tidak terlepas dari perasaan itu.
Ingin sekali ia melepaskan dendam itu. Dan ia semakin kerasa berupaya hingga puluhan tahun lamanya. namun semakin lama tetap saja rasa itu ada di hatinya.
Sudah ribuan kalimat doa kepada Tuhan agar ia dihilangkan dari rasa sakit dan dendam itu. Namun selama itu pua hatinya masih seperti itu.
Sampai-sampai saat berdoa pun ia sering kali menangis memohon agar dihilangkan rasa dendam dan kebencian di hatinya. Namun tetap saja begitu. Dan hingga usia renta itu ia masih marah dengan orang yang menghinakannya berpuluh tahun lalu.
"Saya menangis karena saya tahu bahwa dendam ini akan dihisab. Dan istighfar ini adalah bentuk permohonan dari kekurangan diri saya yang sampai detik ini tidak ikhlas akan kejadian masa lalu itu."
Mendengar ceritanya tentu saja kami merasa merinding. Betapa hebatnya cerita ini kalau dimuat jadi novel. Kisah seorang pendendam yang melantunkan istigfar setiap saat.
Cerita ini mengingatkan diri kami untuk berhati-hati jangan sampai ada hati yang terluka. karena ternyata ada hati yang baik jadi memendam racun yang mematikan seumur hidup orang lain. Candaan yang kelewatan, kata-kata tajam yang menghinakan, dan sikap yang merendahkan harus ditinggalkan. Karena orang jahat sering kali bukan karena karakternya awalnya jahat namun bisa saja kecewa dengan sikap orang baik yang khilaf berbuat tidak baik kepadanya.
![]() |
Nangis |