Langsung saja, sebagai orang lapangan yang mengamati dunia pendidikan dan kondisi peserta didik, selalu prihatin bila melihat semangatbelajar peserta didik yang rendah. Indikator yang saya temukan (silahkan berbagi pengalaman) mereka malas membaca.
Membaca adalah bukti bahwa peserta didik memiliki prhatian yang besar terhadap pelajaran yang ia pelajari. Bahkan semangat mendapatkan ilmu dimulai dengan semangat mendengarkan. Seharusnya saat mendengarkan itu bagaikan pertama kali mendengarnya.
Selanjutnya pencariannya terhadap ilmu dilanjutkan dengan membaca banyak buku di perpustakaan. Sekarang ini sekolah-sekolah di kampung banyak sekali yang telah memiliki perpustakaan yang lengkap buku-bukunya.
Bila saja ini dimanfaatkan para siswa dan siswi untuk menambah, melengkapi, bahkan mencari ilmu yang tidak ada di kelas tentu hasilnya akan sangat luar biasa. Dan ini akan berimbas padakenaikan indeks prestasi anak-anak Indonesia pada masa mendatang.
UN Dihapus?
Bagi kami ada kegembiraan saat melihat peserta didik semakin bersemangat dalam belajar (meskipun) saat menjelang UN. Termasuk saat tulisan ini dilansir peserta didik kami terlihat lebih giat dalam hal belajar.
Apa yang membuat mereka meningkat antusiasmenya? Tidak ada kata lain selain UN itu sendiri. Mereka takut bila tidak lulus karena mereka sadar gurunya tidak akan memberikan bantuan apapun saat UN berlangsung. Otomatis mereka berupaya sendiri.
Meskipun perilaku di atas kurang baik, karena belajar dengan rajin dan giat itu harus setiap saat bukan hanya menjelang UN, namun setidaknya itu menjadi pemicu para peserta didik untuk belajar sungguh-sungguh walaupun hanya 4 bulan saja. Apakah tercapai? Tentu ini bukan capaian yang dikatakan bagus. Hanya bilang "setidaknya" ...
Menurut saya UN tetap ada. Bagaimana menurut anda?