Guru saya ini adalah guru yang sangat punya peran penting dalam kehidupan saya. Beliau yang pertama kali mengenalkan saya naghmah Al-Qur'an. Tajwid dan tilawah adalah hal yang dikuasainya dengan sangat baik. Diusianya yang sudah tidak muda lagi ia masih semangat membimbing umat. Tahun ini ia ditetpakan lagi sebagi Anggota Dewan Hakim MTQ Tingkat Kabupaten Cianjur yang akan dilaksanakan di Kecamatan Cidaun.
Catatan ini bukan untuk menuliskan biografi beliau. Catatan kecil dan ringkas ini akan mencatat satu jargon yang sering ia kemukakan ketika mengaji bersama para santrinya di Pesantren Najatain.
Dengan mimik muka yang energik dan antusias beliau mengatakan: Kalau Kyai Sudah Tiada Maka Santri Tampil Ke Muka.
arahan ini adalah wasiat agung dari guru saya ini. Ia menyatakan bahwa para 'alim ulama itu ada batas umur dan kekuatannya. Maka santri sebagai orang yang belajar kepada 'ulama harus mampu mengemban tugas sebagi pelanjut dakwah risalah agama Allah swt.
Pandangan ini adalah pandangan faktual. Memang manusia diciptakan untuk keabadian yang nisbi. Ia hidup fana di dunia lalu meninggalkan duni. Dan setelah itu manusia masuk alam akhirat yang abadi. Namun abadinya nisbi.
Ungkapan di atas adalah nasihat dan wasiat. Wejangna yang mengarahkan para santri untk menerahkan daya usaha dan dana untuk meraih kelayakan dia bisa berbicara dan tampil di masyarakat. Bagiman agar santri itu di dengar pendapat dan perkataannya. Bagima kemampuannya berbaur dan membangun masyarakat. Pertanyaan-pertanyaan itu mampu melecut santri untuk meraih kelayakan dan kepantasan itu.
Maka tiada kata bagi kemalasan. Tiada lagi sikap meremehkan ilmu dan waktu. Kedisuplinan dan ketekunan mutlak diperlukan. Sikap pantang menyerah dalam belajar sangat diutamakan. Tujuan mencapai ridha Allah dengan beribadah dan berdakwah menyampaikan risalah selalu terpatri dalam hati.
Syukran laka ya Ustadzi