Fase ini diyakini sebagai fase permulaan dari proses sosialisasi Islam di kawasan Asia
Tenggara, yang dimulai dengan kontak sosial budaya antara pendatang muslim dengan
penduduk setempat. Pada fase pertama ini, tidak ditemukan data mengenai masuknya
penduduk asli ke dalam Islam. Bukti yang cukup jelas mengenai hal ini baru diperoleh
jauh hari kemudian, yakni pada permulaan abad ke-13 M / 7 H. Sangat mungkin dalam
kurun abad ke 1 sampai 4 H terdapat hubungan perkawinan antara pedagang muslim
dengan penduduk setempat, hingga menjadikan mereka beralih menjadi muslim. Tetapi
ini baru pada tahap dugaan. Walaupun di Leran, Gresik, terdapat sebuah batu nisan
bertuliskan Fatimah binti Maimun yang wafat pada tahun 475 H / 1082 M, namun dari
bentuknya, nisan itu menunjukkan pola gaya hias makam dari abad ke-16 M seperti
yang ditemukan di Campa, yakni berisi tulisan berupa do’a-do’a kepada Allah.
• Terbentuknya Kerajaan Islam (13 – 16 M)
Pada fase kedua ini, Islam semakin tersosialisasi dalam masyarakat Nusantara dengan
mulai terbentuknya pusat kekuasaan Islam. Pada akhir abad ke-13, kerajaan Samudera
Pasai sebagai kerajaan Islam pertama di Indonesia merebut jalur perdagangan di Selat
Malaka yang sebelumnya dikuasai oleh kerajaan Sriwijaya. Hal ini terus berlanjut
hingga pada permulaan abad ke-14 berdiri kerajaan Malaka di Semenanjung Malaysia.
Sultan Mansyur Syah (w. 1477 M), yang merupakan sultan keenam Kerajaan Malaka,
telah membuat Islam sangat berkembang di Pesisir timur Sumatera dan Semenanjung
Malaka. Adapun di bagian lain, khususnya di Jawa, saat itu sudah memperlihatkan bukti
kuatnya peranan kelompok masyarakat muslim, terutama di pesisir utara.
• Pelembagaan Islam
Pada fase ini sosialisasi dan dakwah Islam semakin tak terbendung dan berhasil
masuk ke pusat-pusat kekuasaan, merambah hampir ke seluruh wilayah. Hal ini tidak
bisa dilepaskan dari peranan para penyebar dan pengajar Islam. Mereka menduduki
berbagai jabatan dalam struktur birokrasi kerajaan, dan banyak diantara mereka
menikah dengan penduduk pribumi.