-->

Bisnis Rempah Bubuk Begitu Menggiurkan Keuntungannya

Bisnis rempah bubuk makin tumbuh pesat akhir-akhir ini. Ceruk bisnis ini sangat besar dan sudah ada sejak zaman dahulu. Ribuan tahun yang lalu nenek moyangmu sudah berbisnis rempah bubuk. 

Adapun perbedaannya adalah yang akan aku ceritakan ini lebih tajam menyoroti soal bisnis rempah bubuk. Tentu sebelum jadi bubuk rempah-rempah itu dikeringkan dulu.

Bisnis Rempah Bubuk Begitu Menggiurkan Keuntungannya



Seorang pakar agribisnis ternama dari Alif Mart pernah memberi masukan kepadaku akan hal ini. Aku menilainya sangat bagus dan rasional. 

Setelah aku melakukan sejumlah pengamatan ke warung-warung terdekat ternyata perilaku masyarakat terhadap rempah khususnya bumbu mulai bergeser. 

Awalnya ibu-ibu rumah tangga membeli rempah basah. Lalu bergeser ke rempah jering tang sudah dubungkus. Selanjutnya sekarang banyak yang senang dengan bumbu dan rempah yang dikenas sebagai bubuk atau racikan khusus. Ada jahe bubuk, ketumbar bubuk, dan seterusnya. Kalau Kemudian bumbunya ada khusus rendang, opor, ikan bakar, lodeh, dan yang lainnya. 


Menguasai teknologi pengeringan dan cara mengolah rempah menjadi bahan baku seperti bubuk-bubuk itu berpotensi mendongkrak harga lebih tinggi. 

Ini bisa jadi solusi bagi kamu yang terhimpit nasalah harga jual hasil panen yng anjlok parah. Dari pada di jual murah lebih baik dikeringkan lalu dibuat bubuk. 

Contoh kasus, saat panen raya cabai di bulan april dan mei maka harganya hancur. Banyak petani yang menangis karena menderita kerugian. Tidak jarang yang terjadi petani makin menderita. Maka kalau kamu bisa mengolahnya menjadi cabai kering atau cabai bubuk maka harga cabai kamu akan bertahan di nilai yang lebih masuk hitungan bisnis. 


Keuntungan lainnya adalah rempah bubuk ini bisa bertahan selama 2 tahun. Ini barang bagus sekali. Bahkan lebih baik ini dari pada punya stok tapi perlu biaya lagi untuk perawatan barang-barang itu. 

Aku punya banyak bubuk rempah yang sudah berunur lebih dari 2 tahun. Aromanya tetap sama meskipun ada peburunan. Namun hanya sedijit saja. Ini artinya bisnis ini minim resiko. 


Aku sempat kaget melibat harga labu parang bubuk di sebuah narketplace dengan harga Rp 60.000 untuk 250 g. Padahal labu itu banyak di kebun dan tidak ada orang mau mengambil. Ternyata kalau dijadikan bubuk jadi mahal harganya. Aku sangat tertarik. 


Demikian ceritaku saat ini. Aku mengajak siapapun yang membaca ulasan ini untuk meningkatkan keterampilan dalam membuat produk turunan dari produksi utama avar memiliki value yang lebih tinggi lagi. 

Salam sukses dariku!

Sarip Hida
LihatTutupKomentar