![]() |
Ari Nugraha, petani muda milenial |
Jangan biarkan minat anak muda semakin rendah terhadap pertanian.
Bisa berabe akibatnya.
kalau tidak ada yang mau menanam lantas bagaimana kita dapat makanan.
Secara pragmatis orang dengan mudah menjawab "tinggal beli saja, gitu saja repot."
INDONESIA MINIM PETANI MUDA
Sudah bukan rahasia bahwa kalangan anak muda enggan jadi petani.
Lebih mau kerja di pabrik gajinya besar.
Karena di pertanian itu tidak tentu.
Harga naik turun seangkan harga pupuk naik terus.
Selebihnya biaya produksinya lebih tinggi dari hasilnya.
Itu rugi sekali.
Ini kami tampilkan data dari seorang petani:
"Bagaimana anak2 muda mau terjun ke pertanian.
Mhn mf sy se orang petani/ padi...
Kami menanam padi hampir 1 hektar/ klu sewa perhektar 7.5 jt per tahun.
Biaya pengolahan ;
1.traktor 1.8 jt
2. Tanam 1.7 jt
3. Tenaga kerja 1.8
4 .obatan 600 rb
5.pupuk 1.2 jt/ subsidi non subsidi harganya 2 kali lipat
Pupuk subsidi di tingkat petani susahnya bukan main
6. Lain2 1 jt
Klu di total biaya sewa tanah +biaya produksi
Total 11.9 jt
Sedangkan waktu tanam bulan desember s/d maret di waktu panen perhektar di hargai 14 jt s/d 16 jt.
Klu di hitung hasil panen di kurang biaya produksi
Paling hasil 3- 4 jt.
Sedangkan persiapan masa tanam sampai panen hampir 4 bulan...
Walau padi umurnya 90 hari... mana mungkin anak2 muda mau jdi petani...
Klu di hitung perbulan cuma 1 jt hasilnya
Kami adalah petani yg benar2 merasakan susahnya jdi petani
Mf barangkali ada penghitungan yg salah, manusia adalah tempatnya lupa, kesempurnaan hanya milik allah."
Sumber: Sah Udin
Simak juga jawaban anak muda kita,
"Anak muda lebih memilih merantau Ketimbang menjadi petani karena akses pasar yg sulit dan biaya produksi mahal dan tntnya tidak sebanding biaya produksi. Saya tidak bertani tapi dengar langsung keluhan petani Plosok Jampang, Sukabumi. Banyak sistem yang harus di rubah agar Kedaulatan pangan dan kesejahteraan rakyat kecil bisa tercapai."
Kita simak lagi karya Adie Ynmovie,
"knp minat pemuda rendah untk bertani, (bayangan mereka/termasuk saya), 1.kerjanya panas-panasan, 2.modalnya gk sedikit, 3.perawatannya seperti merawat bayi,(dr obat flu sampai obat jantung)
4.Waktu panen (butuh kesabaran),
5.pas panen harga gk sesuai(kerena tdk ada standarisasi harga)
Begitulah yg saya lihat dinegri ini,dan saya rasakan. Negri saba' (katanya) tongkat pun jd buah(singkong)
Tp nyatanya begtulah, identitas petani selalu dipandang rakyat kecil, disebuah pedesaan , komentar ini mudah-mudahan jd jembatan untk #Madinaagri mewakili rakyat petani.trmksh."
Catatan Arif Muhamad, seorang pelajar pertanian Jepang,
alluamdulilah saat ini saya masih beljar sdikit soal pertanian di jepang
saya mau sdikit bercerita tentang pertanian di jepang
kenapa pertanian jepang maju
jwaban kalian mungkin karna teknologinya yg moderen "ia"salah satu penunjang tpi apaka itu menjamin tentu saja tdk
kenapa demikian
petani di jepang memang banyak di minati oleh kaum org tua sedangkan kaum muda mudi bahkan enggan bertani di karnakan nilai materi dan gengsi meskipun demikian hampir seluruh petani sukses membeli mobil mewah dan rumah yg mewah bahkan mampu mempekerjakan tenaga asing hingga 12 juta perbulannya
ini jawabannya
1.kepastian pasar
pemerintah jepang bekerja sama dgn pihak bank swasta dalam membeli hasil pertanian di jepang
2.kepastian/ketetapan harga.
pihak bank swasta di jepang yg biasa di sebut (JA) sllu konsisten menetapkan pembelian harga hasil pertanian petani dgn nilai lebih mahal dari harga pasaran,di indonesia mungkin di ibaratkan tengkulak tpi bedahnya pihak swasta ini tdk bermain harga
pertanyaannya di mana pihak swasta yg bekerja sama dgn pemerintah ini memgambil keuntungan
simak dgn seksama polanya yah biar nggak gagal paham
pemerintah
bekerja sama dgn statistik untuk melihat kota/propinsi apa saja yg komoditasnya berlebih dan komoditas apa yg kurang dalam hal ini ketersediannya untuk kemudian di berikan ke pihak bank swasta agar nantinya saling bertukar hasil pertanian yg ketersediannya kurang nah itulah peran statistik dan pemerintah
dan mengeluarkan angaran untuk kemudian di berikan ke swasta
anggaran itu berupa anggaran pengurangan nilai,barang dan peralatan yg di butuhkan petani,
contoh:mesin traktor garapan,plastik peking,pupuk dan kebutahan lainya,lalu kemudian di berikan ke petani dgn nilai barang 60 person
dgn demikian maka:
1. petani jepang tdk lagi kesulitan membeli pralatan tani dgn harga mahal dan tdk lagi menjul hasil taninya secara langsung ke pasar2 melainkan bank swastalah yg akan mendistribusikan bahkan mengekspor hasil pertanian ke kota2 / luar negeri.
2.anggaran yg di keluarkan pemerintah tersalurkan dgn baik dan merata keseluruh petani di jepang.
3.pihak bank swasta di jepang di untungkan dgn barang pertanian yg mereka jualkan tanpa mengambil keuntungan lebih dari hasil petani.
4 petani di jepang tak lagi takut membeli barng2 kebutuhan pertanian krna telah di ringankan harga nya melalui kerja sama pemerintah dan pihak bank swasta.
5.menyerap banyak lapangan kerja.
masih banyak lagi yg bisa saya cerita soal peryanian di jepang sampai di sini dulu yah salam petani mudah."
Soenarso Alfath menyambung pendapat denikian,
"Karena mereka sadar bahwa pertanian terutama pangan merupakan komoditas politik dan cara pandang para penguasa terhadap pertanian yg masih menjadikan pangan sebagai pengukur stabilitas nasional yg mana harga jual hasil pertanian harus rendah karena klo tinggi akan mempengaruhi gejolak masyarakat terutama perkotaan yg akan memicu gejolak stabilitas keamanan nasional, makanya walaupun sampai kapanpun, penguasanya siapapun klo cara pandang seperti ini tetap dipertahankan maka jangan harap pertanian Indonesia maju yg berefek terhadap minat pemuda terhadap pertanian."
Andreas Wiko Wiweko menyoroti soal pupuk, ini:
"Berbicara masalah pupuk, berari tekait dengan modal kerja petani.
Sebenarnya bantuan pemerintah terkait pupuk sangat banyak.
Namun distribusinya memang masih banyak masalah.
Kelangkaap pupuk, keterlambatan bantuan datang, hingga penggunaan pupuk yang tidak tepat menjadi masalah di lapangan.
Kelangkaan dan keterlambatan pupuk mengakibatkan petani harus keluar modal sendiri dulu dan seringkali harus berhutang untuk membeli pupuk.
Fungsi pendataan dan perencanaan proses distribusi bantuan belum optimum di tingkat kelompok tani dan ppl."
Itulah sejumlah alasan yang disampaikan petani kita.
Sangat logis.
Lantas siapa yang mesti bertanggung jawab?
Kita semua!