25 tahun ke belakang, tahun 1991 tepatnya, anak kecil yang bias dipanggil Jang Aip sudah rapi memakai baju atasan berwarna putih dan celana merah ati. Sisiran rambutnya rapi dengan kilatan minyak rambut merek Tancho. Bedak di pipi yang sedikit "lamedong" tidak ketinggalan. Aroma harum bayi masih pula lekat di tubuh mungilnya.
Sesaat kemudian ibunya menggapit tangan kecinya dan menunggu rekan-rekannya yang sama dituntun ibunya masing masing. Dengan seragam yang sama persis kami berkumpul. Ceritanya itu adalah hari pertama mereka akan belajar di SD. Sekolah yang akan dituju sebenarnya tidak jauh. Sekolah itu dinamai SDN Cidaun I. Konon menurut cerita SD ini adalah SD tertua yang ada di Cidaun.
Diantara kami ada yang pernah seklah di Taman Kanak-Kanak. Dan anak kecil yang dipanggil Jang Aip tidak pernah sekolah TK juga kebanyakan teman-temannya pun begitu. Saat itu ia benar-benar tidak tahu huruf latin apapun, satu pun tidak tahu.
Sering ia mendengar bahwa guru itu menakutkan dan ada guru-guru yang lain. Cerita-cerita itu cukup membuatnya gemetar. Ia merasa takut dan tidak berdaya. Hanya saja di jiwanya sudah terlanjur semangat dan ada satu dorongan besar untuk melanjutkan meskipun itu samar dan susah untuk dijelaskan.
Hari petama duduk di bangku SD yang dilakukan adalah mengenali teman-teman baru dari berbagai kampung di Desa Cidamar. Tidak banyak yang ia perbuat. rupanya ia sangat senang membiarkan teman-teman barunya beraksi sementara ia hanya memandang dari jauh. Ia perhatikan tiingkah dan laku mereka.
Huruf Latin Pertama
Setelah beberapa saat masuklah ibu guru kelas satu yang bernama Ibu Apit. Ia adalah juga ibu dari Azis Pusakantara kawan kami yang paling cerdas. Ia juga adalah istrinya guru kami Bapak Supriatna. Masih ingat dalam ingatan anak yang dipanggil Jang Aip, bahwa hari itu kami diabsen. Satu per satu kawan mengacungkan tangan sampai tiba giliran namanya disebut. Dan ia mengacungkan tangan dengan sedikit menahan malu.
Selanjutnya Ibu Guru mengajari menulis. Dan huruf pertama yang diingat oleh Jang Aip sampai kini adalah huru "r" kecil yang ditulis di papan tulis.
Ibu Guru: ini huruf apa?
"rrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr" Jawab murid satu kelas ...
Bagiku huruf pertama begitu menggoda karena untuk selanjutnya aku akan menulis 100 buku lagi.
Diantara kami ada yang pernah seklah di Taman Kanak-Kanak. Dan anak kecil yang dipanggil Jang Aip tidak pernah sekolah TK juga kebanyakan teman-temannya pun begitu. Saat itu ia benar-benar tidak tahu huruf latin apapun, satu pun tidak tahu.
Sering ia mendengar bahwa guru itu menakutkan dan ada guru-guru yang lain. Cerita-cerita itu cukup membuatnya gemetar. Ia merasa takut dan tidak berdaya. Hanya saja di jiwanya sudah terlanjur semangat dan ada satu dorongan besar untuk melanjutkan meskipun itu samar dan susah untuk dijelaskan.
Hari petama duduk di bangku SD yang dilakukan adalah mengenali teman-teman baru dari berbagai kampung di Desa Cidamar. Tidak banyak yang ia perbuat. rupanya ia sangat senang membiarkan teman-teman barunya beraksi sementara ia hanya memandang dari jauh. Ia perhatikan tiingkah dan laku mereka.
Huruf Latin Pertama
Setelah beberapa saat masuklah ibu guru kelas satu yang bernama Ibu Apit. Ia adalah juga ibu dari Azis Pusakantara kawan kami yang paling cerdas. Ia juga adalah istrinya guru kami Bapak Supriatna. Masih ingat dalam ingatan anak yang dipanggil Jang Aip, bahwa hari itu kami diabsen. Satu per satu kawan mengacungkan tangan sampai tiba giliran namanya disebut. Dan ia mengacungkan tangan dengan sedikit menahan malu.
Selanjutnya Ibu Guru mengajari menulis. Dan huruf pertama yang diingat oleh Jang Aip sampai kini adalah huru "r" kecil yang ditulis di papan tulis.
Ibu Guru: ini huruf apa?
"rrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr" Jawab murid satu kelas ...
Bagiku huruf pertama begitu menggoda karena untuk selanjutnya aku akan menulis 100 buku lagi.