-->

Belajar Sabar dari Tetesan Air (Sebuah Inspirasi dan Motivasi)

Mengapa harus Belajar Sabar dari Tetesan Air? Barangkali itulah yang terbersit dalam pikiran. Catatan ini berisi inspirasi dan motivasi untuk belajar sabar dan sabar dalam belajar untuk meraih cita-cita yang tinggi.

Telah disebutkan dalam kitab suci secara jelas bahwa jalan menanjak ('aqabah) adalah jalan yang menyesakkan dada. Orang selalu ingin meraih buah cita-cita dengan mudah tanpa memanjat, menaiki, dan membuat galah.

Baca juga: DOA LANCAR BERBICARA DI DEPAN UMUM

Baca juga Kawah Putih Bandung Ciwidey, Destinasi Terbaik Kategori Taman Wisata Alam Indonesia

Meraih impian apapun harus dengan kesabaran. Bahkan untuk memasukan sehelai benang ke lobang jarum sekalipun harus dengan penuh kesabaran. Hati yang sabar dapat membawa orang menuju ketenangan hati. 

Mari melihat secara seksama, air yang menetes ke atas sebuah bautu dengan teratur dan terus menerus, lama kelamaan batu itu berlobang jua. Padahal air adalah benda yang lunak (meskipun di saat tertentu bisa mengeras) mampu melobangi batu (yang keras). Tampaknya semua kebudayaan dan ajaran agama mendukung terhadap tema ini.

Peribahasa dalam Budaya Sunda

Tingkah tetesan air ini dikumpulkan dalam beberapa peribahasa yang ada dalam keraifan lokal di Indonesia. Dalam budaya Sunda ada peribahasa: "Cikaracak ninggang batu, laun-laun jadi legok". Maknanya adalah tetesan air yang menimpa batu, lama kelamaan akan membuat batu itu berlubang"

Peribahasa dalam Bahasa Inggris

Dalam Banhasa Inggris kesabaran seperti tetesan air ini dihimpun dalam peribahasa seperti kalimat berikut ini: "Constant dropping wears away the stone" Makna dari peribahasa dalam bahasa Inggris ini sama dengan yang ada dalam peribahasa dalam Bahasa Sunda di atas.

Sebuah Hikayat

Dahulu kala ada seorang santri yang dinilai "bodoh" karena lambat dalam memahami pelajaran dari gurunya di pesantren. Hal itu membuatnya putus asa. Ia pamit pulang kepada gurunya. Gurunya mengizinkan dengan satu syarat. 

Syaratnya harus pulang menggunakan jalan setapak yang melewati hutan. Santri tadi akhirnya pulang. Dan ia melewati jalan yang disyaratkan gurunya. Jalan itu terjal, banyak batu, sungai, tanjakan dan turunan tajam. 

Perjalanan pulang jaraknya sangat jauh dan melelahkan. Ia berbaring untuk sejenak beristirahat. Di dekat sungai ia membaringkn diri di atas batu besar yang menghampar. Baru sekejap terlelap terbangun karena ada air yang mengenai wajahnya.

Ia terbangun. Menengok ke atas. Ternya dari tebing ada air yang menetes. Bukan hanya satu ternya. Di sebelahnya ternyata ada bagian batu yang basah. Setelah dilihat ternyata batunya berlubang. Ia sempat berpikir. Apakah lobang di batu itu ada sejak awal atau karena tetesan air?

Ia terus berpikir dan memeriksa bagian lain dari batu. Ia memperhatikan yang terkena tetesan air selalu berlobang dan bentuknya cekung sementara yang tidak terkena tetesan air permukaannya halus dan rata.

Kesimpulannya saat itu, batu itu berlubang dan cekung karena ada air yang mengenainya. Bila ai yang lunak sanggup melubangi batu yang kerasa maka otakku yang tumpul kalau selamanya diasah pasti akan tajam. Setelah berpikir demikian ia balik kanan dan tidak jadi pulang.

Semua fenomena alam adalah pelajaran bagi kita. Siapa yang memasang hati dan mengambil manfaat maka ia akan mendapatkannya.
LihatTutupKomentar