-->

Salah Jurusan

Saat anda dihadapkan dengan kenyataan pahit biasanya anda akan berpikir ulang. berpikir ulang tidaklah menjadi sesuatu yang aneh karena pikiran manusia bisa berubah dari waktu-ke waktu. Sesuai perkembangannya ia meluas dan akan mendalam atau bahkan ada yang menjadi kerdil kalau tidak dipupuk atau memang sengaja dibuat seperti itu.

Seperti cerita seorang kawan. Saat ia melanjutkan kuliah ke salah satu perguruan tinggi. Ia dikumpulkan di sebuah kelas. Yang memberikan kuliah saat itu adalah salah satu dosen senir. Dengan kata-kata yang tenang namun sangat kontemplatif ia berkomunikasi dengan para mahasiswa.

Dosen: Kalau anda tidak digaji, masihkah anda tetap jadi guru?
Mahasiswa: !@#$%^&*()_+

Pertanyaan dari Dosen tersebut sempat membuat teman saya dan kawan-kawannya terdiam sejenak sambil memikirkan apa jawabannya. Sesaat kemudian ruangan sedikit gaduh dengan suara-suara sumbang. Rupanya banyak yang merasa salah jurusan.

Sudah tahu jadi guru itu gajinya kecil. Tapi kenapa masih mau menjadi guru. Kenapa tidak kuliah di jurusan perminyakan saja yang basah. Perntaan memang bisa jadi bermacam-macam begitu juga jawaban bisa saja berbeda.

Catatan ini pun sangat kontemplatif. Saat guru menjerit karena gajinya tidak cukup untuk dibawa ke rumah, tidak mencukupi untuk membeli mobil dan tanah, maka sejak awal motivasi menjadi guru yang profesional perlu dipikirkan secara matang.

Tidak mengandalkan gaji dari profesi guru adalah sikap mental yang bagus. Menjadi pebisnis sekaligus menjadi guru bukan masalah besar dan bisa dilakukan dengan baik. Bagaimana dengan kekhawatiran akan menelantarkan tugas?

Tentu saja kekhawatiran tersebut akan selalu ada. Namun kemaslahatan yang lebih besar harus dilihat juga. Guru yang ekonominya mencukupi bahkan kaya akan lebih bagus kejiwaannya dari pada guru yang pikirannya tidak tenang karena memikirkan resiko dapur dan biaya hidup untuk anak dan isterinya.
LihatTutupKomentar