Sebelum Ramadhan nuansa kebahagiaan sudah nampak di mana-mana. Kaum Muslimin tampa senang dengan hadirnya bulan Ramadhan. Kedatangannya memang sangat dinantikan karena dianggap membawa berkah bila bisa menjalaninya dengan baik.
Namun tertawa bukan berarti bahagia. Adakalanya tertawa berarti sedih yang isinya adalah upaya menertawakan diri sendiri dan orang lain sambil merenungkan apa yang salah. Setidaknya itu yang terjadi pada penulis saat membaca berita di Koran Pikiran Rakyat pada Rabu tanggal 24 Mei 2017.
Seperti diberitakan koran tersebut dikatakan bahwa kejahatan meningkat MENJELANG Ramadhan dan menjelang lebaran. Hari ini adalah H-2 menjelang Ramadhan. Mendengar berita tersebut rasnya ada pertanyaan yang juga membuat ingin tertawa.
Mengapa? Karena seharusnya tidak demikian kejadiannya. Yang diajarkan bukan begitu. Kang Jeng Nabi Muhammad mengajarkan untuk mendekatkan diri kepada Allah kapan pun dan di mana pun. Berbuat baik bukan hanya pada Bulan Ramadhan.
Justru pada saat bulan Sya'ban (1 bulan sebelum Ramadhan) Rasulullah memberikan contoh kepada kita. Beliau memperbanyak puasanya pada bulan ini. Bahkan disebutkan bahwa di luar Ramadhan Rasulullah paling banyak berpuasa pada bulan Sya'ban ini.
Kalau yang dilakukan umatnya malah sebaliknya bukankah ini miris dan ironis. Umatnya telah berbuat antagonis dengan yang dicontohkan Kang Jeng Nabi. lantas bila demikian adanya akan mendapatkan berkah dari mana?
Yang harus dilakukan adalah seperti yang dilakukan Kang Jeng Nabi. Para Bapa dan ibu seharusnya memberikan wejangan dan arahan kepada putera dan puterinya. Jangan sampai seperti orang yang kemaruk maksiat dengan pikiran yang salah "puas-puas bermaksiat karena nanti pada bulan suci anda tidak bisa bermaksiat."
Namun tertawa bukan berarti bahagia. Adakalanya tertawa berarti sedih yang isinya adalah upaya menertawakan diri sendiri dan orang lain sambil merenungkan apa yang salah. Setidaknya itu yang terjadi pada penulis saat membaca berita di Koran Pikiran Rakyat pada Rabu tanggal 24 Mei 2017.
Mengapa? Karena seharusnya tidak demikian kejadiannya. Yang diajarkan bukan begitu. Kang Jeng Nabi Muhammad mengajarkan untuk mendekatkan diri kepada Allah kapan pun dan di mana pun. Berbuat baik bukan hanya pada Bulan Ramadhan.
Kalau yang dilakukan umatnya malah sebaliknya bukankah ini miris dan ironis. Umatnya telah berbuat antagonis dengan yang dicontohkan Kang Jeng Nabi. lantas bila demikian adanya akan mendapatkan berkah dari mana?
Yang harus dilakukan adalah seperti yang dilakukan Kang Jeng Nabi. Para Bapa dan ibu seharusnya memberikan wejangan dan arahan kepada putera dan puterinya. Jangan sampai seperti orang yang kemaruk maksiat dengan pikiran yang salah "puas-puas bermaksiat karena nanti pada bulan suci anda tidak bisa bermaksiat."