Bila ada kekurangan tentunya kita sangat senang diingatkan. Hanya saja kita sering kali tidak fair dalam melakukannya. Kita sangat senang bila ada seseorang yang mengingatkan bahwa ada sesuatu penyakit berbahaya dalam tubuh dan memberikan saran untuk menggunakan obat tertentu.
Kita akan bertambah senang apabila yang memberitahu itu adalah seorang dokter ahli. Maka dengan senang hati kita mendengarkan yang dia nasihatkan tanpa membantah bahkan kita mengangguk-ngangguk dan memberikan hadiah.
Namun keadaannya akan berbeda saat ada seseorang yang mengingatkan tentang penyakit di hati kita. Siapapun yang mengatakannya tidak akan kita dengarkan meskipun ia seorang yang ahli dalam hal tersebut.
Maka dalam menasihati orang yang sedang terjangkit penyakit tipe kedua ini harus dengan cara yang terbaik, berupaya tidak menyinggung hati dan perasaannya, dilakukan di tempat yang tidak diketahi orang lain, tidak dimuka umum.
Suatu saat, terjadi dalam catatan sejarah ulama yang agung, seseorang yang sedang mengajarkan murid-muridnya terlihat oleh gurunya ada kejanggalan. Maka saat malam tiba, sunyi, tidak ada orang yang tahu, gurunya itu datang menasihati dengan perkataan yang lirih dan yang paling sopan dan menyejukkan.
Sehalus apapun bahasa yang kia rangkai tetap saja nasihat itu sangat pedih terasa kecuali bagi orang-orang yang diberi kemudahan saat mendengarkannya oleh Allah. Posisi orang yang menasihati dianggap lebih tinggi dibanding dengan yang dinasehati. Maka dalam hal ini tidak ada kesetaraan . Maka Menasihati Jangan Sampai Menghina: Adab Saat Memberi Nasihat.