Catatan adalah niscaya adanya bagi para penuntut ilmu. Kita mendengar ada cerita tentang banyaknya catatan paa cendikiawan terhadap apapun yang mereka lihat, dengar, dan rasakan. Dengan tekun mereka mencatat kisah masa lalu, ramalan masa depan, agar menjadi pedoman untuk hidup terbaik di masa kini dan masa depan.
Termasuk diantara hal yang menarik adalah membaca kembali catatan di masa lalu. Saat tulisan masih belum rapi, buah pikiran masih sederhana, keinginan dan ambisi terangkai dalam bahasa dan kata-kata yang lugu, sederhana, namun jujur. Saat kini kedewasaan sudah mulai tampak ke permukaan, kita baru tersadar bahwa proses panjang itu telah menjadikan kita seperti ini sekarang ini.
Menauladani Perbuatan Tuhan
Dalam literatur agama kita sering mendengar bahwa Tuhan tidak pernah tidur, salah dan lupa. Jangankan tidur ngantuk un tidak pernah. Ia selalu benar dan tidak mungkin salah. Dialah Al-Haqq yang tidak pantas ditanya akan kebijakanNya dan tidak layak dimintai pertanggung jawaban atas perbuatanNya. Jangankan ia berbuat tidak adil, lupa pun ia tidak akan pernah. Maka siapa yang menuduhnya telah lupa akan janjiNya maka saksikanlah orang itu sendiri yang tidak mengenal tuhannya dan menuduh tuhannya dengan kebohongan dan fitnah yang besar.
Dalam beberapa kosa kata Kitab Suci kita sering mendapati bahwa Tuhan itu menulis, mencatat, dan menghitung. Tentu perbuatan yang sesuai dengan KemahaagunganNya. Maka segala sifat atau khayalan yang tidak layak dengan keagungNya haruds ditinggalkan.
Tuhan menulis mencatat bukan berarti tuhan butuh bantuan alat untuk mencatat semuanya biar ingat selalu. Bukan pula buat jaga-jaga bila nanti lupa. Bukan itu. Ingat Tuhan tidak akan pernah lupa. Ia Maha Tahu akan selalu sempurna pengetahuan. Pengetahuan yang tidak terbatas gelap atau terang, kecil ata besar, jauh atau dekat, dan sebagainya, dan tentu tidak pernah dibatasi oleh yang bernapa lupa itu tadi.
Dalam hal ini adanya catatan bagi para pencari ilmu merupakan bentuk kesungguhan kita untuk menyatakan diri menghamba kepada Allah yang maha sempurna. Kita juga ingin menauladani sifat-sifat yang bia bahkan harus ditauladani. Seperti Allah tidak pernah lupa, maka para penuntut ilmu harus mengusahakan agar tidak lupa akan janji dan pelajaran, minimal tidak lupa kepada Allah, dan tidak sering-sering lupa.
Satu lagi, menurut pengalaman penulis; saya mencatat bahwa adanya catatan menjadi menambah pemahaman. apalagi tulisannya rapi, berwarna, ada peta konsep, dan penuh dengan permainanan kata atau warna, dengan begini mencatat akan lebih menyenagkan dan bermanfaat besar.
Terus lagi, adanya catatan itu kita niatan sebagai shadaqah kita sebagai warisan ilmu, budaya, peradaban, dan pemikiran kita untuk generasi penerus kita. maka dari sini mencatat atau menjadi penulis itu harus penulis yang baik, yang bisa membangun dunia dan menghiasinya, bukan malah menulis hal yang merusak dan membahayakan.