Di awal menulis, tak kuasa rasanya menahan air mata ini yang mengalir deras. Sehari dan semalam saya merasakan hal yang sangat luar biasa. Pengorbanan seorang ayah untuk kebahagiaan anaknya yang tersayang. Yah untuk ankaknya yang tersayang.
Ceritanya ia ingin menghadiahkan satu hadiah spesial bagi anaknya yang tamat berpuasa. saya tahu anaknya ini sangat berbakti dan cerdas. Ia sangat sopan dan teramat baik pada orang tuanya. Ia berkata baik dan sangat sopan. Anda tahu usianya? Yah usiana baru 4 tahun. Pantas saja ayah dan ibunya sangat menyayanginya. Bahkan saya sangat kagum dengan pasangan ini dalam mendidiknya.
Saat usianya masih tiga tahunan, ia sudah bisa menghapal surat-surat dalam juz terakhir dengan tajwid dan nada yang indah. Satu rekaman suaranya adalah saat ia membaca surat Al-Insyiqaq yang cukup panjang dan cukup sulit dihapal karena ada kalimat-kalimat yang mirip.
Saya pernah menyaksikan sang anak pernah tampil dalam suatu acara perayaan imtihan di Pesantren Nurul Amanah. Ia berceramah dengan isi tentang kewajiban berbakti kepada orang tua. Ceramah yang mengundang air mata. Bangga sekaligus mengagumkan.
Seharian ia mencari peralatan dan isi untuk parcel. Ia berbelanja dan sudah mereka-rekanya. Semalam suntuk sang ayah menyiapkan parcel dengan berhiaskan pita emas bertuliskan FOR MY BELOVED SON, MUHAMMAD RAFI RIFAT FATHONI.
Yang kurenungkan adalah, setiap ayah yang baik tentu begitu. Pertanyaannya, apakah aku mampu berbakti padanya.
Ceritanya ia ingin menghadiahkan satu hadiah spesial bagi anaknya yang tamat berpuasa. saya tahu anaknya ini sangat berbakti dan cerdas. Ia sangat sopan dan teramat baik pada orang tuanya. Ia berkata baik dan sangat sopan. Anda tahu usianya? Yah usiana baru 4 tahun. Pantas saja ayah dan ibunya sangat menyayanginya. Bahkan saya sangat kagum dengan pasangan ini dalam mendidiknya.
Saat usianya masih tiga tahunan, ia sudah bisa menghapal surat-surat dalam juz terakhir dengan tajwid dan nada yang indah. Satu rekaman suaranya adalah saat ia membaca surat Al-Insyiqaq yang cukup panjang dan cukup sulit dihapal karena ada kalimat-kalimat yang mirip.
Saya pernah menyaksikan sang anak pernah tampil dalam suatu acara perayaan imtihan di Pesantren Nurul Amanah. Ia berceramah dengan isi tentang kewajiban berbakti kepada orang tua. Ceramah yang mengundang air mata. Bangga sekaligus mengagumkan.
Seharian ia mencari peralatan dan isi untuk parcel. Ia berbelanja dan sudah mereka-rekanya. Semalam suntuk sang ayah menyiapkan parcel dengan berhiaskan pita emas bertuliskan FOR MY BELOVED SON, MUHAMMAD RAFI RIFAT FATHONI.
Yang kurenungkan adalah, setiap ayah yang baik tentu begitu. Pertanyaannya, apakah aku mampu berbakti padanya.