Judul itu adalah kutipan karya St Jerome. Mengapa saya kutip karena saya akanmembahas tentang Bentuk penafsiran yang Terbaik. Tentunya menurt pemahaman saya sebagai muslim awam. Saya sangat senag menuli tentang ini. Pertama saya lagi belajar tulis menulis. Kata teman saya Mang Husni yang lagi ngajarin saya menulis; ‘tulislah yang terpikir atu dipikir, tulislah yang terlintas di hati, tulislah yang yang baru saja di baca, tulislah yang terdengar, tulislah yang terlihat, tulislah yang terasa.
Nah sekarang sebagai muslim awal saya ingin menulis tentang Penafsiran terbaik. Berkaitan dengan kondisi sekarang yang banyak terdengar adanya seruan untuk kembali kepada Al-Qur’an. Tapi semangat tanpa kebijaksanaan maka buahnya menjadi kurang baik. Diantara hal yang menjadi tidak baik adalh mencukupkan diri pada Al-Qur’an dan Al-Hadits ditinggalkan. Mereka disebut Al-Qur’aniyyun meskipun julukan ini tidak tepat.
Selain Al-Hadits atau Sunnah dan Sirah yang ditinggalkan hanya karena alasan yang absurd, akhirna penafsiran ataupun penjelasan para ‘ulama yang mumpuni keilmuannya pun akhirnya ditinggalkan pula. Padahal tanpa penjelasan dari para ‘ulama kita tidak akan faham benar dengan apa yang harus dilakukan dalam beribadah kepada Allah.
Kemudian yang paling mengkhawatirkan adalah perbuatan meeka yang juga tidak konsisten. Yang terjadi kembali kepada Al=Qur’an versi mereka adalah kembali kepada Al-Qur’an dengan sedikitpun tidak tahu qaidah Bahasa yang digunakan Al-Qur;an. Akhirnya yang terjadi adalah membaca dan kalau ingin mengerti baalah terjemahnya. Kenapa tafsir tidak dikaji karena mereka berpendapat itu perkataan manusia yang bisa benar dan bisa salah.
Baiklah dalam menafsiri Al-Qur’an ada dua golongan besar yang bisa kita sebutkan.Pertama ada Tafsir bi al-Ma’tsur. Yang ini adalah menafsiri Al-Qur’an dengan Ayat Al-Qur’an atau menafsiri Al-Qur;an dengan Hadits Rasulullah saw. Ini tingkatan pertama yang harus dipelajari. Mempelajarinya membutuhkan keuletan dan kegigihan. Panjangnya masa dan ketahanan mental dalam mengkajinya adalah hal yang harus diperhatikan. Penguasaan bahasa dan kaidahnya sangat dibutuhkan. Minimal ada 12 cabang ilmu yang harus dikuasai saat mengkaji Al-qur’an.
Yang Kedua ada tafsir bi arra’yi. Bermakna penafsiran dengan menggunakan akal pikiran. Tentunya tidak lepas dari tuntunan wahyu. Karena bila lepas dan menyalahi tuntunan A-Qur’an dan tsawabiit atau rukun-rukun pokok dalam agama atupun meyalahi perkara-perkara yang termasuk alma’lum min addini bi adharuurah maka penafsiran ini akan termasuk absurd, salah, keliru, dan tertolak.
Demikianlah semoda Allah memberikan taufiq an hidayah kepada kita semua. Amin
Nah sekarang sebagai muslim awal saya ingin menulis tentang Penafsiran terbaik. Berkaitan dengan kondisi sekarang yang banyak terdengar adanya seruan untuk kembali kepada Al-Qur’an. Tapi semangat tanpa kebijaksanaan maka buahnya menjadi kurang baik. Diantara hal yang menjadi tidak baik adalh mencukupkan diri pada Al-Qur’an dan Al-Hadits ditinggalkan. Mereka disebut Al-Qur’aniyyun meskipun julukan ini tidak tepat.
Selain Al-Hadits atau Sunnah dan Sirah yang ditinggalkan hanya karena alasan yang absurd, akhirna penafsiran ataupun penjelasan para ‘ulama yang mumpuni keilmuannya pun akhirnya ditinggalkan pula. Padahal tanpa penjelasan dari para ‘ulama kita tidak akan faham benar dengan apa yang harus dilakukan dalam beribadah kepada Allah.
Baiklah dalam menafsiri Al-Qur’an ada dua golongan besar yang bisa kita sebutkan.Pertama ada Tafsir bi al-Ma’tsur. Yang ini adalah menafsiri Al-Qur’an dengan Ayat Al-Qur’an atau menafsiri Al-Qur;an dengan Hadits Rasulullah saw. Ini tingkatan pertama yang harus dipelajari. Mempelajarinya membutuhkan keuletan dan kegigihan. Panjangnya masa dan ketahanan mental dalam mengkajinya adalah hal yang harus diperhatikan. Penguasaan bahasa dan kaidahnya sangat dibutuhkan. Minimal ada 12 cabang ilmu yang harus dikuasai saat mengkaji Al-qur’an.
Demikianlah semoda Allah memberikan taufiq an hidayah kepada kita semua. Amin