Guru saya yang di Kota Bandung, Bapak KHR Drs Edi Komarudin, M.Ag, Dalam pengajiannya bersama kami sebagai santri-santrinya sering kali menyisipkan kata-kata bertuah yang selalu kami ingat. Ia sangat gemar mengajarkan nilai-nilai kehidupan dengan gayanya yang santai, santun, akrab, dan toleran.
Diantara sekian banyak kata-kata mutiara yang ia sampaikan ada yang dikutif dari Al-Qur'an, Al-hadits, Atsar, atau Qaul 'alim atau 'ulama. Kami senag sekali mendengarnya dan selalu kami tulis sebagai bahan ceramah.
Salah satu saja yang bisa saya catat kali ini adalah ungkapan: Laa Tahqiranna Minal Ma'rufi Syai-an. Ungkapan ini secara terjemah bebasnya menyatakan bahwa kita tidak boleh menganggap remeh suatu kebaikan.
Sebagi santri kala itu tentu sangat menarik. Dan sudah menjadi keharusan dan kebiasaan kami mereka ulang dan membuat tafsiran yang kira-kira benar menurut pendapat kami. Kami rangkai kata-kata dan saat malam sabtu kami gunakan dan sisipkan dalam materi latiahan pidato bersama kawan-kawan.
Diantara makna yang bisa kami pikirkan saat itu dan kini diantaranya;
Pertama, Kebaikan itu tidak ada yang remeh temeh. Kebaikan itu selalu besar meski dilakukan tanpa keringat. kebaikan itu tidak murah meski tidak memakai modal uang. Kebaikan itu tidak ada yang hina meskipun sepertinya kecil dan sudah menjadi hal yang lumrah dan biasa.
Kedua, Kebaikan itu walaupun satu kali tapi nilainya tidak sedikit. Satu kebaikan akan mengundang kebaikan-kebaikan yang lain. Barokah kebaikan itu akan dilipatgandakan oleh Allah swt.
Ketiga, Berkaitan dengan yang kedua, kebaikan itu mendatangkan pahala yang banyak dan berlipat sehingga kita benar-benar tidak boleh sedikitpun meremehkannya. Maka ini bentuk iman akan janji Allah swt.
Keempat, Kebaikan itu dapat mengangkat derajat orang yang melakukannya. Maka dengan kita sedikitpun idak boleh memandang rendah kebaikan yang dilakukan orang walaupun orang itu dipandang hina oleh orang lain.
Kelima, kita jangan berhenti berbuat baik ...
Besok akan aku kunjungi lagi beliau. Aku sudah sangat rindu ingin mencium tangannya.
Salah satu saja yang bisa saya catat kali ini adalah ungkapan: Laa Tahqiranna Minal Ma'rufi Syai-an. Ungkapan ini secara terjemah bebasnya menyatakan bahwa kita tidak boleh menganggap remeh suatu kebaikan.
Sebagi santri kala itu tentu sangat menarik. Dan sudah menjadi keharusan dan kebiasaan kami mereka ulang dan membuat tafsiran yang kira-kira benar menurut pendapat kami. Kami rangkai kata-kata dan saat malam sabtu kami gunakan dan sisipkan dalam materi latiahan pidato bersama kawan-kawan.
Baca juga: Huruf "r" Ibu Apit: Sebuah Cerpen non Fiksi
Diantara makna yang bisa kami pikirkan saat itu dan kini diantaranya;
Pertama, Kebaikan itu tidak ada yang remeh temeh. Kebaikan itu selalu besar meski dilakukan tanpa keringat. kebaikan itu tidak murah meski tidak memakai modal uang. Kebaikan itu tidak ada yang hina meskipun sepertinya kecil dan sudah menjadi hal yang lumrah dan biasa.
Kedua, Kebaikan itu walaupun satu kali tapi nilainya tidak sedikit. Satu kebaikan akan mengundang kebaikan-kebaikan yang lain. Barokah kebaikan itu akan dilipatgandakan oleh Allah swt.
Ketiga, Berkaitan dengan yang kedua, kebaikan itu mendatangkan pahala yang banyak dan berlipat sehingga kita benar-benar tidak boleh sedikitpun meremehkannya. Maka ini bentuk iman akan janji Allah swt.
Keempat, Kebaikan itu dapat mengangkat derajat orang yang melakukannya. Maka dengan kita sedikitpun idak boleh memandang rendah kebaikan yang dilakukan orang walaupun orang itu dipandang hina oleh orang lain.
Kelima, kita jangan berhenti berbuat baik ...
Besok akan aku kunjungi lagi beliau. Aku sudah sangat rindu ingin mencium tangannya.